Di Balik Air Terjun
![](https://radarlampung.bacakoran.co/upload/fb7eeb34e8b5c6d957336133d0f59608.jpg)
-Ilustrasi Freepik-
Haru. Benar dia. Dia datang.
“Haru ... Ini sungguhan kamu? Kamu tampak ....”
“Ganteng.”
Seketika aku ingin menyeburkan diri ke dalam kolam bekas mujair kakek. Aku merasa seperti Upik Abu yang bertemu pangeran. Manusia di depanku ini sungguhan anak tengil berdebu itu?
“Dalam bahasaku, ganteng itu Hansamu. Jangan heran bagaimana aku bisa bahasamu. Aku ini anak cerdas yang menguasai beberapa bahasa,” Haru masih songong seperti yang dulu. “Ternyata kamu masih mengingatku, Sem. Kupikir kamu marah dan nggak berniat balik ke sini.”
“Bagaimana mungkin aku melupakanmu, hah? Kamu teman pertamaku.” akuku yang mulai kehabisan kata.
Setelahnya, kami ngobrol dan sesekali tertawa bersama sambil mengelilingi ladang bunga nanohana. Tak kusangka ucapan Haru dahulu sungguhan terjadi. Akar di pohon wisteria itu menutup perlahan dan aku yang masih bersama Haru. Jika bertemu Haru kusebut takdir, pantaskah terjebaknya aku di sini juga kusebut takdir?.(*)