CIMB Ambil Ancang-Ancang terhadap Penurunan BI Rate

AMBIL ANCANG-ANCANG: CIMB mengambil ancang-ancang menggenjot pembiayaan sektor KPR.-FOTO IST -

JAKARTA - PT Bank CIMB Niaga Tbk. mengambil ancang-ancang dalam menantikan peluang penurunan suku bunga acuan (BI rate) guna menggenjot pembiayaan di sektor kredit pemilikan rumah (KPR).

’’Kami dari perbankan berharap BI rate mulai turun paling tidak pada semester kedua tahun ini,” kata Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (8/3).

Ia menjelaskan terbukanya penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) itu memberi peluang penurunan biaya dana atau cost of fund.

Selama ini, bank merogoh biaya dana di antaranya untuk imbal hasil dana pihak ketiga (DPK) misalnya simpanan berupa tabungan dan deposito. Apabila biaya dana menurun, lanjut dia, bunga KPR juga ikut menyesuaian.

BACA JUGA:Jelang Puasa, Akulaku Pay Later Mulai Aktiv Lagi

Berdasarkan data laman resmi CIMB Niaga, suku bunga dasar kredit (SBDK) periode 29 Februari hingga 30 Maret 2024, SBDK untuk kredit konsumsi KPR mencapai 7,55 persen per tahun.

Namun, suku bunga yang dikenakan kepada debitur belum tentu sama dengan SBDK tersebut karena suku bunga dasar itu belum memperhitungkan komponen estimasi premi risiko debitur yang tergantung penilaian bank.

Ada pun dari sisi kinerja realisasi kredit di bank dengan kode di lantai bursa BNGA itu pada 2023 mencapai Rp213,4 triliun atau naik 8,5 persen yang bersumber dari pertumbuhan kredit korporasi, kemudian UMKM dan kredit konsumsi.

Sedangkan DPK selama 2023 mencapai Rp235,9 triliun atau naik 3,8 persen dibandingkan 2022 yang didominasi dana murah (simpanan) mencapai hampir 64 persen.

BACA JUGA:Kemenperin Sebut Industri Otomotif Tumbuh Positif Pascapandemi

“Saya yakin secara keseluruhan 2024 harusnya suku bunga mulai bisa menurun,” imbuhnya.

Ia memproyeksi apabila terjadi penurunan suku bunga acuan yang diikuti penyesuaian bunga simpanan dan kredit, terjadi perbaikan untuk margin bunga bersih (net interest margin/NIM).

Pasalnya, kata dia, perbankan dalam dua hingga tiga tahun terakhir NIM mengalami kontraksi.

 “Biaya DPK itu mahal, deposito bunga tinggi tapi pinjam (kredit) bunga maunya rendah,” katanya.

Tag
Share