RAHMAT MIRZANI

Jangan Sampai Jadi Preseden Buruk, Konflik Lahan PTPN Wayberulu Harus Dihentikan!

KONFLIK LAHAN: Inilah lahan PTPN I Regional 7 (dulu PTPN VII) Unit Kebun Wayberulu yang diduduki oknum yang mengatasnamakan warga Desa Tamansari, Kecamatan Gedongtataan, Pesawaran. -FOTO ISTIMEWA -

Andi menambahkan, lahan PTPN VII Unit Wayberulu sudah terdaftar dalam Portal Asset Kementerian BUMN, eks. Hak Erpacht Perkebunan Belanda yang dinasionalisasi berdasarkan UU No. 86/1958. Yakni tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda dan PP No.19/1959 tentang Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi. Lahan tersebut telah didaftarkan melalui Kantor Pertanahan Lampung Selatan pada 1965 dan 1980 sesuai ketentuan  yang berlaku.

Atas lahan itu, kata Andi, dapat dipastikan PTPN VII juga aktif membayar pajak bumi dan bangunan (PBB). ’’Kalau kita cermati awal kasusnya, logikanya jadi lucu. Jadi saat itu manajer kebun Wayberulu datang ke kantor Kades Tamansari untuk meminta surat Sporadik lahan PTPN VII Tanjungkemala yang berada di wilayahnya. Sporadik ini tahapan awal untuk bikin HGU. Mengetahui lahan itu belum HGU, muncullah niat untuk menguasai hingga terjadi seperti sekarang ini,” kata Andi.

BACA JUGA:Jembatan Way Sabuk di Abung Barat Rusak, Truk Besar Dilarang Melintas

Sementara Indra, Relawan Perkebunan Nusantara, menyimpulkan munculnya sengketa ini berawal dari adanya niat yang kurang baik karena oknum tersebut mengetahui salah satu lahan PTPN VII ternyata belum HGU. Menurut Indra, tindakan menyerobot itu selain merupakan tindak pidana juga melanggar kepatutan.

’’Kalau kita ibaratkan, ada seorang gadis ke kantor desa untuk mengurus surat nikah, kan otomatis gadis itu diketahui belum sah pernikahannya karena belum punya surat. Nah, apakah boleh kita langsung gugat bahwa gadis itu milik kita? Kan nggak begitu, dong. Kasus lahan Wayberulu itu mirip begitu. Dan yang terpenting para pihak harus melihat dampak kerugian yang ditimbulkan, baik dari perusahaan dan masyarakat. Terutama dampak sosial yang ditimbulkan dari konfik yang terjadi,” kata Indra.

Karena itu, hasil diskusi menyarankan agar sengketa ini disudahi dengan cara baik-baik. Peran pemerintah daerah dalam menjembati permasalahan sangat diperlukan. Jika dibiarkan akan menganggu stabilas politik dan sosial di Kabupaten Pesawaran. ’’Kalau diteruskan, ini menjadi preseden buruk bagi kita semua,” kata mereka. (rls/c1/ful)

Tag
Share