Kejagung Harus Waspadai Corruptor Fight Back
JAKARTA - Kasus korupsi Blok Mandiodo di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, yang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung) ditengarai membuat gerah para koruptor. Mereka yang mendukung oknum-oknum yang terjerat kasus korupsi ini bahkan rela menggunakan segala cara untuk menghambat proses penegakan hukum yang ditangani Jaksa Agung S.T. Burhanuddin.
Kondisi tersebut diamini pengamat hukum dan kejaksaan Fajar Trio. Menurutnya dalam keterangan tertulis yang diterima, para koruptor akan melakukan beragam upaya untuk melemahkan citra Kejagung.
’’Pemberantasan kasus korupsi, terutama kasus Blok Mandiodo, yang ditangani Kejagung saat ini begitu masif. Kondisi ini tentu membuat para koruptor dan pendukungnya melakukan perlawanan balik alias corruptor fight back, harus diwaspadai. Sangat wajar jika para koruptor terus mencari cara melawan upaya pemberantasan korupsi," kata Fajar.
Contoh perlawanan balik yang diberikan, kata Fajar, yakni dengan menjelekkan dan merusak marwah institusi seperti menjual nama jaksa agung seperti yang dilakukan Amel Sabar.
Untuk diketahui, Amel Sabar diringkus tim Kejati Sulawesi Tenggara pada 17 Agustus lalu karena diduga menghalangi penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi pertambangan ore nikel di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara. Amel Sabar dicokok saat berada di Plaza Senayan, Jakarta Selatan.
Bahkan, kata Fajar, dalam persidangan sebuah kasus, ada juga saksi atau terdakwa yang menyebut nama Jaksa Agung dengan sebutan 'Papa'. Namun menurut Fajar, hal tersebut tidak bisa dijadikan fakta karena hanya berdasarkan asumsi dan cara makelar kasus memanfaatkan nama pejabat kejaksaan untuk memuluskan aksi kejahatannya.
"Orang-orang seperti Amel dan para koruptor inilah yang sudah ditangkap dan terdesak melakukan pengalihan isu dengan melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar dan hanya menjadi asumsi. Para koruptor ini pastinya menggunakan segala cara untuk membangun opini-opini negatif baik kepada perorangan maupun institusi Adhyaksa, tak terkecuali menargetkan Jaksa Agung," kata dia.
Berkaca dari kondisi tersebut, Fajar meminta jajaran Kejaksaan untuk tetap fokus menangani perkara korupsi hingga tuntas. "Jaksa Agung harus mendorong jajaran bidang pengawasan tidak melakukan pemantauan dan inspeksi secara formalitas semata atau tidak sekadar mencari-cari kesalahan yang tidak substansial. Sebab, jajaran Bidang Pengawasan memikul tanggung jawab besar dalam meningkatkan profesionalitas dan integritas dari seluruh Insan Adhyaksa sebagai para pendekar hukum," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, pada 9 Agustus, Kejagung menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi penambangan ilegal di IUP PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Kedua tersangka ini yakni Eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin dan HJ selaku Sub Koordinasi RKAB Kementerian ESDM.
"Sampai saat ini sudah menetapkan tersangka 10, yang hari ini kita tetapkan 2 tersangka. Atas nama RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara di Kementerian ESDM dan yang kedua atas nama HJ selaku Sub Koordinasi RKAB Kementerian ESDM," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana di Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (9/8). (jpc/c1/rim)