Stockpile Batu Bara Meresahkan Warga
GANGGU WARGA: Perusahaan stockpile batu bara di wilayah Kecamatan Panjang, Bandarlampung, Selasa (2/1).-FOTO M. ARIEF/RADAR LAMPUNG-
“Yang satu kan udah lama, nah yang baru ini belum ada setahun, sekitar 8 bulan. Itu masalahnya yang lama aja kita protes gak digubris, kok malah nongol yang baru,” ujarnya.
Secara acak, Radar Lampung mencari sumber lain yang juga terpercaya di daerah sekitar Ketapang Kuala. Warga yang juga enggan menyebutkan identitasnya itu masih sependapat dengan dua sumber lain yang Radar Lampung temui.
Dikatakannya, warga Ketapang Kuala seperti tak memiliki kekuatan saat melakukan protes. Justru diabaikan.
Sehingga, mereka mempertanyakan kinerja pemerintah yang dinilai tak mempedulikan masyarakat yang tinggal di sekitar. “Kita kan jadi bingung, itu izinnya gimana, (stockpile) yang pertama aja kita protes, ini kok malah buka lagi (stockpile) yang baru, izinnya gimana itu,” jelasnya.
Sumber ini menjelaskan bahwa warga di sekitar daerah Ketapang Kuala sebenarnya sudah sangat geram. Selain mengotori rumah, debu-debu yang ditimbulkan dari batu bara yang berada di stockpile juga berdampak pada kesehatan. “Bukan sedikit Mas, mungkin udah ratusan warga yang berobat ke puskes karena gangguan pernafasan,” katanya.
Itu dijelaskannya berdampak pada semua usia, baik balita, anak-anak, remaja, maupun orang dewasa. “Iya, keluhannya banyak sama, gangguan pernapasan,” ucapnya.
Untuk itu, masyarakat sekitar dinilainya sudah bulat dengan satu suara yakni menginginkan penutupan terhadap keberadaan stockpile tersebut. “Ya jangan di sini lah, ini kan pemukiman warga semua,” tutupnya.
Sementara, satu dari dua perusahaan stokpile, PT Sentra Mitra Energi (SME), mengklaim pihaknya telah mengantongi izin warga pasca menerima keluhan debu batu bara, di daerah Panjang, Bandarlampung. Hal itu diungkapkan Alif Naufal yang merupakan Direksi Operasional dan Manajemen PT SME.
Dia menyebut pihaknya sudah melakukan pengobatan gratis untuk warga yang mengeluhkan kondisi kesehatannya terganggu karena imbas dari debu batu bara tersebut. “Soal keluhan warga, kami telah melakukan pengobatan gratis, tepatnya di RT 15 dan 16,” katanya, Selasa (2/1).
Dirinya juga mengklaim telah mendapatkan persetujuan warga dengan bukti tanda tangan dari warga sekitar. “Selain itu, kita juga melakukan penanaman puluhan pohon jenis pohon alpukat untuk minimalisir debu juga penambahan waring (jaring, red) sepanjang 50 meter,”ucapnya.
Ditanya soal pihaknya diminta untuk tutup, PT SME menyebut jika kini telah melakukan pengosongan stockpile yang ada di dalam perusahaan tersebut. “Sebetulnya kita kan sudah mengosongkan stockpile yang ada, tapi dengan jadwal kapal tertentu. Jadi bukan hanya satu truk tapi ratusan truk yang keluar dari tempat kita. Kalau itu sudah kosong, maka langsung kita mengadakan pertemuan dengan warga dan dinas. Kemarin sudah ada kesepakatan sementara ini mengosongkan stockpile,” tandasnya.
Terpisah, perusahaan batu bara lainnya, PT Global Mahardika Logistik (GML), saat ditanya perihal sama ke humasnya Hendra tidak membalas pesan WhatsApp wartawan koran ini. Ia hanya membacanya.
Sedangkan, Wali Kota Bandarlampung Eva Dwiana tetap meminta perusahaan batu bara yang melakukan pencemaran udara untuk pindah. ’’Enggak ada toleransi untuk pencemaran udara, nanti kita lihat lagi ke sana,” singkatnya. (mel/c1/rim)