KPK Mulai Penyelidikan Dugaan Mark Up Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung
                            DISELIDIKI: KPK mulai melakukan penyelidikan dugaan mark up proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung. -Foto Ayu Novita/Disway-
JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau mark up dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh, salah satu proyek strategis nasional yang diresmikan pada 2023 lalu.
“Kasus ini sudah naik ke tahap penyelidikan,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (28/10).
Meski demikian, Asep belum menjelaskan secara rinci kapan proses penyelidikan dimulai, dengan alasan tahap tersebut bersifat tertutup dalam hukum acara pidana.
Namun, pernyataannya menegaskan bahwa lembaga antirasuah telah menindaklanjuti dugaan penyimpangan dalam pembiayaan proyek transportasi cepat tersebut.
Isu dugaan mark up pada proyek Whoosh mencuat setelah Mahfud MD mengungkapkan adanya kejanggalan biaya konstruksi melalui kanal YouTube pribadinya, pada 14 Oktober 2025.
Dalam pernyataannya, Mahfud menyoroti bahwa biaya pembangunan per kilometer kereta cepat di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sekitar tiga kali lipat dibanding proyek sejenis di Tiongkok yang hanya 17–18 juta dolar AS per kilometer.
“Naiknya sampai tiga kali lipat. Siapa yang menaikkan dan uangnya mengalir ke mana?” kata Mahfud dalam video tersebut.
Ia juga meminta agar pihak berwenang menelusuri siapa yang bertanggung jawab atas lonjakan biaya tersebut.
Pernyataan Mahfud sontak menjadi sorotan publik. Banyak pihak menilai potensi penyimpangan bisa terjadi sejak tahap perencanaan atau dalam kontrak kerja sama investasi, mengingat proyek Whoosh digarap oleh konsorsium BUMN Indonesia dan mitra Tiongkok melalui perusahaan patungan Kereta Cepat Indonesia–China (KCIC).
Menanggapi hal itu, KPK sempat meminta Mahfud untuk melaporkan dugaan tersebut secara resmi agar bisa dijadikan dasar penyelidikan.
Namun, Mahfud menilai langkah itu tidak sesuai dengan prinsip hukum acara pidana.
Melalui unggahannya di platform X (Twitter) pada 18 Oktober 2025, Mahfud menegaskan aparat penegak hukum tidak perlu menunggu laporan masyarakat jika sudah ada indikasi tindak pidana.
“Dalam hukum pidana, kalau ada informasi mengenai dugaan kejahatan, aparat mestinya langsung menyelidiki tanpa harus menunggu laporan. Sumber informasi bisa dipanggil untuk dimintai keterangan,” tulisnya.
Komentar Mahfud tersebut memicu diskusi publik yang lebih luas terkait keseriusan KPK dalam mengusut dugaan korupsi proyek besar yang menelan anggaran hingga triliunan rupiah.