Inflasi Lampung Terkendali, di Bawah Rata-rata Nasional

Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan Lampung Bani Ispriyanto mengikuti rapat koordinasi pengendalian inflasi daerah secara daring di ruang Command Center Dinas Kominfotik Lampung, Senin (6/10). -FOTO DOK. BIRO ADPIM -
Di sisi lain, sejumlah komoditas berhasil menahan laju inflasi. Bawang putih menjadi penahan deflasi terbesar dengan andil -0,09 persen, disusul cabai merah (-0,06%), kangkung (-0,02%), jeruk (-0,02%), dan bensin (-0,02%).
Secara kelompok, transportasi mencatat deflasi terdalam sebesar -0,24 persen dan menyumbang andil deflasi -0,03 persen. Penurunan ini cukup membantu menahan inflasi umum agar tidak melonjak lebih tinggi, namun belum cukup untuk mengimbangi tekanan dari sektor pangan.
Secara tahunan (year-on-year/y-on-y), inflasi Lampung pada Juni 2025 tercatat 2,27 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi y-on-y Juni 2024 yang mencapai 2,84 persen. Meski demikian, tekanan dari sektor pangan tetap dominan.
Lima komoditas utama penyumbang inflasi tahunan di Lampung, yakni Beras (0,36%), Emas perhiasan (0,32%), Akademi/perguruan tinggi (0,26%), Bawang merah (0,25%), Kopi bubuk (0,16%).
Sebaliknya, komoditas penahan laju inflasi tahunan antara lain cabai merah (-0,13%), jeruk (-0,10%), bawang putih (-0,06%), bensin (-0,06%), dan telur ayam ras (-0,06%).
Kelompok Informasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan menjadi satu-satunya sektor yang mengalami deflasi tahunan terdalam, yaitu -0,94 persen, dengan andil deflasi sebesar -0,05 persen.
BPS juga melaporkan perkembangan inflasi di empat wilayah cakupan Indeks Harga Konsumen (IHK). Kabupaten Mesuji mencatat inflasi tertinggi baik secara bulanan (0,30%) maupun tahunan (2,52%).
Sementara itu, Kota Metro mencatat inflasi terendah dengan 0,04 persen (m-to-m) dan 1,81 persen (y-on-y). Kabupaten Lampung Timur bahkan mengalami deflasi bulanan terdalam sebesar -0,13 persen.
Kenaikan harga beras dan sejumlah komoditas hortikultura, kembali membuka catatan penting soal ketahanan pangan di Lampung. Sebagai salah satu lumbung pangan nasional, fluktuasi harga beras yang terus terjadi menandakan adanya celah dalam tata niaga dan distribusi.
Minimnya intervensi pasar di tengah musim panen yang tidak serentak, serta dampak perubahan cuaca, membuat harga di tingkat konsumen tak terkendali. Kenaikan harga daging ayam dan tomat yang bersifat musiman juga menunjukkan lemahnya regulasi stok pangan lokal. (dkmf/c1/abd)