DPR Desak Pemerintah Segera Putuskan Kepastian Daerah Otonomi Baru

Ketua Komisi III DPR RI Rifqinizamy Karsayuda -FOTO IST -
JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mendorong pemerintah segera memberikan kepastian mengenai daerah otonomi baru (DOB).
Menurutnya, aspirasi masyarakat terkait pemekaran wilayah terus bermunculan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Ia mengungkapkan, hingga kini pemerintah belum menerbitkan dua Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Padahal, aturan tersebut sangat dibutuhkan untuk menilai kelayakan sekitar 370 usulan DOB yang sudah masuk.
“PP itu penting untuk menentukan apakah ratusan usulan pemekaran wilayah layak dilanjutkan atau tidak. Jadi, ada indikator jelas yang bisa menjadi dasar,” ujar Rifqi usai diskusi mengenai DOB di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Meski begitu, Rifqi menegaskan tidak semua usulan otomatis bisa disetujui. Ia menilai, pembentukan daerah baru harus mempertimbangkan kesiapan fiskal dan potensi ekonomi, agar tidak menambah beban keuangan negara.
Indikator yang dimaksud, lanjutnya, bisa berupa jumlah penduduk, luas wilayah darat dan laut, hingga potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ia menekankan, banyak daerah yang mengajukan pemekaran hanya berdasarkan pertimbangan politis atau semangat kedaerahan, tanpa perhitungan matang.
“Indikatornya harus ketat dan objektif, supaya tidak menimbulkan perdebatan,” ucapnya.
Rifqi juga menyebut belum bisa menentukan wilayah mana yang prioritas untuk dimekarkan, karena aturan sebagai acuan resmi masih belum tersedia.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Akmal Malik, menyampaikan bahwa pemerintah tetap menerima aspirasi DOB dari masyarakat. Hingga saat ini, tercatat ada 341 usulan yang masuk.
“Usulannya tidak pernah ditolak. Yang dihentikan sementara adalah proses pemekarannya, bukan penyampaian aspirasi,” kata Akmal.
Anggota Komisi II DPR RI Endro S. Yahman menegaskan usulan pemekaran daerah (kabupaten/kota) otonomi baru sampai saat ini masih moratorium (penundaan) atau belum dibuka. Hal ini disampaikannya untuk meluruskan adanya informasi Surat Presiden (Surpres) Nomor R-21/Pres/06/2024 tanggal 3 Juni 2024 mengenai penunjukan wakil pemerintah untuk membahas 26 rancangan undang-undang (RUU) usul DPR RI.
Menurutnya informasi yang beredar bahwa persetujuan Presiden RI Joko Widodo untuk pembahasan lebih lanjut RUU tentang kabupaten/kota dikaitkan dengan disetujuinya daerah otonomi baru (DOB). Namun yang benar, persetujuan presiden RI untuk pembahasan lebih lanjut 26 RUU tentang kabupaten/kota daerah otonomi lama (DOL) yang sudah ada namun belum dinaungi undang-undang.
DPR RI, terangnya, memiliki tugas merevisi dan membuat RUU daerah lebih dari 200 buah. ”Prosesnya sedang berjalan. Hal ini dilakukan karena ada undang-undang yang tadinya menginduk bentuk negara Republik Indonesia Serikat diganti menjadi NKRI,” katanya saat dikonfirmasi, Senin (24/6).
Lebih lanjut, Endro mengatakan pembahasan 26 RUU tentang kabupaten/kota ini merupakan klaster ke dua setelah yang pertama sudah disahkan. “Kita punya tanggung jawab ada 200-an RUU daerah otonomi lama, bukan baru yang harus di selesaikan,” ujarnya.
Menurutnya persetujuan pembahasan lebih lanjut 26 RUU tentang kabupaten/kota dari Presiden RI Joko Widodo ini untuk membuat undang-undang pada DOL. “Juga revisi undang-undang daerah, misal yang kemarin sudah selesai Provinsi Bali itu undang-undangnya masih gabung dengan NTB. Terus dibikin undang-undang untuk Provinsi Bali. Sedangkan, Provinsi Lampung undang-undangnya masih gabung dengan Sumbangsel,” katanya.
Seperti di Provinsi Lampung, sebutnya, ada tiga DOL yang masuk 26 RUU tentang kabupaten/kota ini. Yaitu Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Utara untuk dibuat atau direvisi undangan-undangan daerahnya.
“Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Lampung Utara ini adalah kabupaten lama di Lampung yang sudah ada beberapa pecahan kabupatan baru. Seperti Kabupaten Lampung Selatan sudah terpecah menjadi Kabupaten Pesawaran, Pringsewu, dan Tanggamus,” katanya.
Disampaikannya bahwa setiap kabupaten/kota maupun provinsi harus memiliki undang-undang sendiri di setiap daerahnya. “Kalau dulu mekarnya begitu daerah otonom baru itu tidak ada undang-undangnya. Umpamanya Lampung Selatan pecah jadi Pesawaran, Pringsewu, dan Tanggamus. Undang-undangnya Lampung Selatan. Itu harus dibuat undang-undang sendiri. Seperti Pesawaran dan Pringsewu yang waktu pemekaran sekitar tahun 2009 lalu mereka sudah punya undang-undang sendiri,” ungkapnya.
Begitu juga dicontohkan Endro, Kabupaten Lampung Utara yang telah pecah menjadi beberapa kabupaten salah satunya Waykanan. “Itu pada undang-undang Lampung Utara yang lama menyebutkan wilayah Lampung Utara masuk ke kecamatan-kecamatan di Waykanan. Terus Waykanan kan sudah mekar dan punya undang-undang sendiri. Wilayahnya bertabrakan dengan undang-undang Lampung Utara lama. Makanya dibuat RUU baru untuk daerah otonomi lama,” terangnya.
Sebab DOL tiga kabupaten di Lampung tersebut, katanya, undang-undang daerah masih mencakup daerah-daerah yang sudah menjadi DOB. Sedangkan, DOB-nya telah memiliki undang-undang daerah sendiri. (ant/c1/abd)