Defisit APBN Jadi Faktor Utama Utang Negara Terus Meningkat

Ilustrasi utang. --FOTO FREEPIK

Sementara itu, pemerintah menyatakan bahwa posisi utang negara masih terkendali dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di kisaran 39% sampai 40%, jauh di bawah ambang batas 60% yang ditetapkan undang-undang.

 

Namun, tren kenaikan yang konsisten tetap perlu diwaspadai. Apalagi jika pertumbuhan ekonomi tidak cukup kuat untuk menyeimbangkannya.

 

Sebagai langkah mitigasi, pemerintah mulai memperbesar porsi utang berdenominasi rupiah, memperpanjang jatuh tempo, dan menerbitkan instrumen baru seperti green bond.

 

Strategi ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada investor asing serta meredam dampak fluktuasi global. Namun, strategi ini perlu diiringi reformasi pajak, efisiensi belanja, dan pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif.

 

Mengutip dari Buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025, peristiwa luar biasa seperti pandemi Covid-19 dan ketidakpastian global sejak 2019 menjadi faktor utama lebarnya defisit anggaran.

 

Defisit 2020 mencapai 6,14% akibat besarnya belanja untuk penanganan pandemi; defisit 2021 menurun menjadi 4,57% seiring pemulihan awal ekonomi; defisit 2022 turun lagi menjadi 2,35% karena ekonomi nasional bangkit; dan defisit 2023 menyusut menjadi 1,61% berkat dukungan APBN yang semakin baik.

 

Meski tren defisit menurun, pembiayaan tetap dilakukan karena kondisi keuangan negara belum cukup untuk membiayai pembangunan secara penuh. Akibatnya, kebijakan fiskal yang ditempuh menyebabkan peningkatan pembiayaan anggaran.

 

Defisit 2025 diproyeksikan mencapai Rp616,2 triliun; pembiayaan utang 2025 sebesar Rp775,9 triliun; pembiayaan investasi Rp154,5 triliun; dan pemberian pinjaman Rp5,4 triliun.

Tag
Share