Kekalahan Pemilu Netanyahu di Depan Mata
PEMILU: Ketegangan di tubuh pemerintahan Israel terus meningkat setelah gelombang pengunduran diri menteri dari partai-partai ultra-Ortodoks membuat sekitar 10 kementerian dan beberapa komite penting Knesset kosong tanpa pimpinan tetap-Foto Abir SULTAN /AFP -
JAKARTA - Ketegangan di tubuh pemerintahan Israel terus meningkat setelah gelombang pengunduran diri menteri dari partai-partai ultra-Ortodoks membuat sekitar 10 kementerian dan beberapa komite penting Knesset kosong tanpa pimpinan tetap.
Kekosongan ini memicu kekhawatiran di kalangan pendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahwa pemerintah kehilangan kendali dan mendekati kekalahan dalam pemilu dini.
Menteri Pariwisata Haim Katz kini merangkap sejumlah jabatan, termasuk Kementerian Perumahan yang kosong sejak sebulan lalu setelah Yitzhak Goldknopf dari United Torah Judaism (UTJ) mundur dilansir dari Ynet News.
Namun perebutan kursi antara Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Itamar Ben-Gvir menghambat pengisian jabatan-jabatan tersebut.
Meski resmi mundur, partai-partai Haredi Shas dan UTJ tetap mengendalikan kementerian mereka secara de facto melalui staf senior yang masih bertahan.
Penyebab utama krisis ini adalah RUU wajib militer kontroversial yang memperluas pengecualian bagi siswa yeshiva ultra-Ortodoks.
Kebijakan ini memicu perpecahan koalisi; partai Haredi menolak penegakan undang-undang tersebut, sementara Netanyahu berusaha keras mengamankannya.
Ketua Komite Urusan Luar Negeri dan Keamanan Knesset, Yuli Edelstein, menjadi sasaran kritik dari kubu Likud yang menudingnya tidak mendukung agenda Netanyahu dan mendesak agar diganti oleh anggota yang lebih loyal.
Pemimpin UTJ Yitzhak Goldknopf memperingatkan bahwa penegakan wajib militer terhadap siswa yeshiva “tidak mungkin dilakukan” dan akan menimbulkan “ketidaktenangan nasional”, meskipun bukan kekerasan fisik.
IDF telah mengeluarkan 54.000 panggilan wajib militer baru untuk pemuda ultra-Ortodoks, namun hanya sebagian kecil yang hadir.
Militer kini memperluas polisi militernya dan menggandeng kepolisian sipil untuk menghindari bentrokan langsung.
Di tengah kekacauan ini, Menteri Dalam Negeri Moshe Arbel beberapa kali mengundurkan diri dan menarik keputusannya untuk menyelesaikan program pemulihan Nazareth.
Pemecatan pejabat senior Moti Babchik karena kritiknya terhadap Netanyahu semakin memperdalam friksi internal.
Sementara itu, partai Shas menegaskan bahwa pemecatan Edelstein atau pembentukan komite baru tidak akan membawa mereka kembali ke pemerintahan tanpa kemajuan nyata pada RUU wajib militer.
Smotrich mencoba meredam spekulasi perebutan kekuasaan dengan menyatakan bahwa prioritas koalisi adalah “menstabilkan pemerintahan sayap kanan, memperluas kedaulatan Israel, dan melanjutkan upaya perang, bukan jabatan politik.
Namun, kekosongan pimpinan kementerian, perpecahan koalisi, dan meningkatnya spekulasi pemilu dini memicu keraguan serius di kalangan pendukung Netanyahu. Tanpa terobosan signifikan, risiko kekalahan dalam pemilu semakin nyata di depan mata. (disway/yud)