Jepang Tak Stabil, Rupiah Melemah

Rupiah melemah di tengah ketidakpastian politik di Jepang dan penguatan dolar AS secara global. - FOTO IST -

JAKARTA - Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada awal pekan ini. 

Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, menyebut pelemahan tersebut dipengaruhi oleh ketidakstabilan politik di Jepang dan penguatan indeks dolar secara global.

“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan bergerak melemah di kisaran Rp16.320 hingga Rp16.360 per dolar AS, dipicu oleh faktor regional seperti isu stabilitas politik Jepang, serta penguatan indeks dolar,” ujar Rully kepada ANTARA di Jakarta, Senin (21/7).

Mengutip laporan Kyodo News, koalisi pemerintahan Jepang dipastikan kehilangan mayoritas di Majelis Tinggi (House of Councillors), memperlemah posisi Perdana Menteri Shigeru Ishiba yang menolak mundur meski partainya mengalami kekalahan telak.

Hasil pemilu pada Minggu (20/7) menunjukkan seluruh partai oposisi menolak bergabung dengan koalisi Partai Demokrat Liberal (LDP) dan mitranya, Komeito. 

Situasi ini membuat koalisi pemerintah kini kehilangan kendali mayoritas baik di Majelis Tinggi maupun Majelis Rendah (House of Representatives), sebuah kondisi langka dalam sejarah politik Jepang pascaperang.

Kehilangan mayoritas ini diperkirakan akan mempersulit proses legislasi dan pengesahan anggaran negara, karena pemerintah harus bergantung pada dukungan partai oposisi.

LDP dan Komeito gagal meraih target memenangkan setidaknya 50 dari 125 kursi yang diperebutkan demi mempertahankan mayoritas di Majelis Tinggi. Sebaliknya, partai populis kanan Sanseito justru mencuri perhatian dengan perolehan lebih dari 10 kursi—jumlah yang cukup untuk mengajukan rancangan undang-undang ke parlemen.

Partai Sanseito mengusung slogan “Jepang Didahulukan” dan kebijakan nasionalis yang kontroversial, termasuk sikap keras terhadap warga asing, yang oleh banyak pihak dianggap xenofobik.

Pemilu kali ini menjadi barometer kepercayaan publik terhadap pemerintahan minoritas Ishiba, yang baru berjalan beberapa bulan. Pemilih tampak frustrasi terhadap inflasi, stagnasi upah, serta mandeknya negosiasi tarif dengan Amerika

Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.

Sebagai informasi, anggota Majelis Tinggi Jepang memiliki masa jabatan enam tahun, dengan setengahnya dipilih setiap tiga tahun. Dari 125 kursi yang diperebutkan (termasuk satu kursi pengganti), 75 dipilih dari distrik pemilihan dan 50 melalui sistem proporsional. Tercatat lebih dari 520 kandidat ikut serta dalam pemilu tersebut.

Tingkat partisipasi pemilih dilaporkan mencapai 58,52 persen pada Senin pagi waktu setempat, meningkat dari 52,05 persen pada pemilu tahun 2022. Sekitar 26 juta warga memberikan suara lebih awal karena pemilu kali ini bertepatan dengan akhir pekan panjang selama tiga hari.

Sementara itu, dari dalam negeri, Rully menambahkan bahwa pasar saham dan obligasi pemerintah masih menunjukkan tren penguatan, memberikan sentimen positif terbatas terhadap rupiah.

Tag
Share