DPRD Lampung Minta Pemerintah Evaluasi SGC

Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar-FOTO IST -
“Audit ini penting agar kita memastikan bahwa kegiatan perkebunan dijalankan sesuai dengan ketentuan hukum, prinsip keberlanjutan, dan tidak merugikan masyarakat maupun lingkungan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, audit lahan perkebunan memiliki dasar hukum yang kuat, di antaranya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Aturan teknis audit lahan saat ini juga sudah tersedia. Tinggal bagaimana komitmen semua lembaga terkait untuk menjalankannya,” lanjutnya.
Deni menekankan bahwa persoalan ketidaksesuaian data ini tidak boleh terus dibiarkan dan harus segera dituntaskan agar tidak menjadi polemik berkepanjangan.
“Masalah ini sudah lama terjadi, tapi tidak kunjung diselesaikan. Kami harap pemerintah daerah maupun pusat, terutama BPN, segera bersinergi menyelesaikannya. Audit lahan adalah solusi konkret yang harus segera dilakukan,” tutupnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf menegaskan pihaknya mendukung penuh permintaan pengukuran ulang lahan milik PT SGC di Provinsi Lampung. Dukungan ini diberikan menyusul laporan masyarakat mengenai dugaan pelanggaran hak guna usaha (HGU) dan konflik agraria yang mencuat ke publik.
’’Kami telah mengakomodasi seluruh aduan dari masyarakat sipil dan pemerintah daerah terkait dugaan pencaplokan lahan serta pelanggaran HGU oleh PT SGC. Komisi II akan menindaklanjuti hal ini dalam RDPU lanjutan pada 15 Juli 2025 mendatang,” kata Dede Yusuf saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di ruang utama Kantor Gubernur Lampung, Selasa (2/7/2025).
RDPU ini melibatkan delapan anggota Komisi II DPR RI bersama perwakilan kementerian dan pemerintah daerah. Hadir di antaranya Dirjen ATR/BPN Asnaedi, Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, Sekdaprov Marindo Kurniawan, Ketua DPRD Lampung Ahmad Giri Akbar, serta dua kepala daerah: Bupati Lampung Tengah Ardito Wijaya dan Bupati Tulang Bawang Qudrotul Ikhwan Karyonagoro.
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari aksi demonstrasi tiga organisasi masyarakat sipil, yakni Komunitas Aksi Rakyat (Akar), Koalisi Rakyat Madani (Keramat), dan Pergerakan Masyarakat Analisis Kebijakan (Pematank). Sebelumnya, aliansi tersebut menyampaikan aspirasi di Kantor Gubernur Lampung dan Kejaksaan Agung RI.
Juru bicara aliansi, Saprianyah, menyebut adanya indikasi kuat penguasaan lahan melebihi izin oleh anak perusahaan SGC, PT Sweet Indo Lampung (SIL). “HGU PT SIL tercatat hanya 11.000 hektare, tapi faktanya penguasaan lahan mereka mencapai 43.000 hektare. Ini pelanggaran serius,” ujarnya.
Aliansi ini juga telah menyerahkan sejumlah data pendukung kepada DPR RI, Kejaksaan Agung, dan Pemprov Lampung. Data tersebut mencakup dugaan pengemplangan pajak, penggunaan air tanah tanpa izin, serta ketidaksesuaian luas lahan dengan dokumen resmi. Mereka mendesak agar pengukuran ulang lahan PT SGC dilakukan segera dan terbuka.
Jika ingin berita ini disatukan atau dijadikan satu paket dengan berita Deni Ribowo sebelumnya, saya bisa bantu menyatukannya atau membuat versi liputan panjang.
Sementara, Anggota DPRD Lampung Fauzi Heri menjelaskan Hingga Mei 2025, SGC hanya membayar Pajak Air Permukaan (PAP) sebesar Rp8,9 juta. Terkait hal ini, dia menilai SGC abai kewajiban Fiscal. "Ini kita minta juga kepada Bapenda jangan tajam ke bawah, tumpul untuk korporasi besar," tandasnya.
Eks Ketua KPU Kota Bandar Lampung itu mengatakan, Provinsi Lampung bukanlah tempat eksploitasi korporasi tak taat aturan. "Jangan hanya menikmati, tapi juga harus berkontribusi ke PAD, jangan kita mendapat ampasnya saja," tandasnya lagi.
Ia mendesak tindakan tegas, mulai dari penyegelan aset hingga langkah hukum. “Kalau perlu disegel, segel asetnya. Kalau perlu ada tindakan hukum, ya tindakan hukum,” ujarnya.