Surya Paloh Kritik Keras Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu: “Ini Pencurian Kedaulatan Rakyat”

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menilai putusan MK tentang pemisahan pemilu nasional dan lokal sebagai bentuk pelanggaran terhadap prinsip kedaulatan rakyat. -FOTO DOK. NASDEM -
JAKARTA – Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh melontarkan kritik tajam terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang mengatur pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal.
’’Sudah jelas, MK teledor dan melakukan pencurian terhadap kedaulatan rakyat,” tegas Surya Paloh dalam pernyataan yang dikutip pada Minggu (6/7).
Menurutnya, putusan tersebut bertentangan dengan semangat demokrasi serta prinsip dasar kedaulatan rakyat yang menjadi fondasi sistem ketatanegaraan Indonesia. Ia menilai keputusan MK menyimpang dari peran lembaga tersebut sebagai penjaga konstitusi.
“Kami menyayangkan keputusan ini. MK seharusnya menjadi pelindung nilai-nilai konstitusi, bukan justru merusaknya,” kata Surya.
Lebih lanjut, Surya Paloh mempertanyakan integritas dan independensi para hakim MK yang mengeluarkan putusan tersebut. Ia bahkan menduga ada pengaruh dari luar yang memengaruhi substansi keputusan.
“Kita heran, MK yang diisi oleh pemikir hebat bisa membuat putusan seperti itu. Apakah ada intervensi dari luar? Ini patut dipertanyakan,” ujarnya.
Partai NasDem, lanjutnya, akan terus mengawal proses demokrasi dan memastikan bahwa setiap kebijakan tetap berada dalam koridor konstitusi dan berpihak pada rakyat.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyatakan bahwa lembaganya saat ini masih mengkaji secara cermat putusan MK bersama pemerintah dan organisasi masyarakat sipil.
“Sudah ada rapat dengan Menteri Hukum, Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara, KPU, Komisi II, Komisi III, Badan Legislasi, hingga NGO seperti Perludem yang mengajukan judicial review,” jelas Dasco.
Menurutnya, DPR belum menetapkan target waktu pembahasan revisi UU Pemilu. Namun, ia menegaskan pentingnya perhitungan waktu terkait tahapan teknis seperti verifikasi dan penetapan caleg.
“Putusan MK memang final dan mengikat. Tapi kami akan kaji lebih dalam agar produk legislasi ke depan benar-benar sesuai dengan kebutuhan rakyat dan tidak menimbulkan persoalan baru,” tegas Dasco.
Putusan MK tersebut memisahkan pemilihan anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dari pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah. Skema ini akan diberlakukan mulai Pemilu 2029.
Tak hanya itu, Mahkamah juga mempertimbangkan bahwa tahapan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan anggota DPRD yang berada dalam rentang waktu kurang dari 1 (satu) tahun dengan pemilihan kepala daerah juga berimplikasi pada partai politik, terutama berkaitan dengan kemampuan untuk mempersiapkan kader partai politik dalam kontestasi pemilihan umum.
Akibatnya, lanjut Hakim Konstitusi Arief Hidayat, partai politik mudah terjebak dalam pragmatisme dibanding keinginan menjaga idealisme dan ideologi partai politik.
Selain itu dengan jadwal yang berdekatan, partai politik tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan perekrutan calon anggota legislatif pada pemilu legislatif tiga level sekaligus dan bagi partai politik tertentu harus pula mempersiapkan kadernya untuk berkontestasi dalam pemilihan umum presiden/wakil presiden.
Dengan demikian, agenda yang berdekatan tersebut juga menyebabkan pelemahan pelembagaan partai politik yang pada titik tertentu partai politik menjadi tidak berdaya berhadapan dengan realitas politik dan kepentingan politik praktis. (disway/c1/abd)