Kasus Korupsi Kredit Sritex, Kejagung Periksa 18 Saksi

WAWANCARA: Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar saat diwawancarai wartawan terkait perkembangan kasus dugaan korupsi pemberian kredit PT Sritex.-FOTO DISWAY -
JAKARTA – Skandal dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) kian mengerucut. Hingga Selasa (24/6) lalu, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa total 18 saksi dalam kasus yang menyeret tiga bank daerah besar: Bank BJB, Bank DKI, dan Bank Jateng.
Pemeriksaan dilakukan untuk membongkar indikasi kuat praktik kolusi dan manipulasi dalam pencairan kredit jumbo kepada perusahaan tekstil tersebut. Dalam pemeriksaan terbaru, 12 saksi diperiksa oleh Tim Jaksa Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Mereka adalah VR (Staf Keuangan PT Sritex), AW (dari Aji Wijaya & Co), PRM (Direktur Utama PT Rayon Utama Makmur), AP (Kasubdit Penyelesaian Kredit Bank Jateng), IG (Risk Analis 2017 LPEI), AH (Direktur PT Perusahaan Dagang Djohar), IM (Direktur PT Adikencana Mahkotabuana), BRN (Kepala Wilayah BJB Solo), GP (Anggota Komite Kredit Bank BJB), RP (Pimpinan Wilayah 5 Bank BJB), AN (Official Operasional Kredit Bank BJB), dan JCH (Direktur PT Sari Warna Asli Tekstil Industry).
Pemeriksaan ini melengkapi pemeriksaan sehari sebelumnya, Senin 23 Juni 2025, terhadap 6 saksi lain: YH (Direktur PT Nutek Kawan Mas), IKL (Direktur Utama PT Sritex), TSBR (Manager Operasional Bank BJB), BR (SEVP Bank BJB Divisi Korporasi dan Komersial), YBS (Accounting PT Senang Kharisma), dan kembali AP (Kasubdit Penyelesaian Kredit Bank Jateng).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menjelaskan pemeriksaan dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan atas nama tersangka utama ISL dan kawan-kawan. “Proses hukum berjalan intensif. Semua saksi yang dipanggil memiliki peran penting dalam rangkaian pencairan kredit,” ujar Harli di Jakarta.
Menurut informasi dari internal penyidik, dugaan awal mengarah pada pemalsuan dokumen, rekayasa laporan keuangan, hingga persetujuan kredit tanpa melalui proses appraisal yang wajar. Beberapa saksi dari pihak bank bahkan disebut mengetahui adanya ketidakwajaran profil keuangan PT Sritex, namun tetap menyetujui pencairan dana.
“Saya hanya staf pelaksana, keputusan akhir tetap di tangan atasan,” kata salah satu saksi, GP dari Komite Kredit Bank BJB, yang dimintai keterangan soal analisis risiko sebelum dana dicairkan. Saksi lain, YH dari PT Nutek Kawan Mas, menyebut dirinya hanya terlibat sebagai vendor penyedia bahan baku. “Saya tidak tahu soal kredit. Tapi saya diminta menyerahkan dokumen kerja sama,” ujarnya singkat.
Sedangkan JCH dari PT Sari Warna Asli Tekstil mengakui bahwa PT Sritex memang sempat menjalin kerja sama suplai bahan tekstil. Namun ia menolak menjawab saat ditanya soal dugaan penggunaan nama perusahaannya sebagai jaminan fiktif.
Pemeriksaan lanjutan masih akan dilakukan dalam pekan ini. Kejagung memastikan bahwa siapa pun yang terlibat, baik dari pihak perbankan, perusahaan, maupun mitra usaha, akan dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Pemeriksaan masih akan berkembang. Semua informasi yang kami dapat, akan diolah untuk menjerat para pihak yang terbukti merugikan keuangan negara,” tegas Harli.
Kasus ini menyedot perhatian publik karena tak hanya menyangkut korporasi besar seperti Sritex, tetapi juga membuka potret kelam lemahnya pengawasan dalam sistem perbankan daerah. Total kerugian negara masih dalam penghitungan, namun diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.(disway/nca)