Prabowo Bakal Kembali Bentuk Lembaga Baru

Radar Lampung Baca Koran--
YOGYAKARTA - Rencana Presiden Prabowo Subianto membentuk sejumlah lembaga baru terus menuai sorotan. Salah satunya rencana pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN) yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam International Conference on Infrastructure (ICI) di JCC Senayan pada 12 Juni 2025.
Sebelumnya, sudah terbentuk delapan lembaga baru, termasuk Badan Gizi Nasional (BGN), Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), hingga Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Namun, pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Agustinus Subarsono mengingatkan pembentukan lembaga baru tidak boleh asal-asalan karena berpotensi menimbulkan inefisiensi anggaran dan tumpang tindih fungsi.
BACA JUGA:Jual Motor Curian di Marketplace Facebook, Polisi Tangkap Komplotan Curanmor di Bandar Lampung
Menurut Subarsono, pembentukan lembaga baru bisa berdampak positif bila dirancang tepat. Keuntungan utamanya adalah spesialisasi fungsi, yang dapat mempercepat penyelesaian persoalan.
Inovasi juga berpeluang muncul karena lembaga baru biasanya membawa SDM segar dan pemanfaatan teknologi kekinian.
Namun, Subarsono menekankan pentingnya kehati-hatian. ’’Tanpa perencanaan matang, bisa timbul tumpang tindih fungsi dan pembengkakan anggaran," ujarnya, Senin (23/6).
Dampak terbesar dari lembaga baru adalah pembengkakan belanja negara, mulai dari gaji pegawai, pembangunan kantor, hingga pengadaan infrastruktur. Selain itu, muncul risiko fragmentasi anggaran karena setiap lembaga baru membutuhkan alokasi dana sendiri.
“Ini bisa mengurangi jatah anggaran sektor lain. Jadi perlu analisis cost benefit yang matang,” tambahnya.
Subarsono mencontohkan rencana pendirian BPN harus diarahkan untuk mendukung reformasi fiskal, bukan sekadar menambah birokrasi. Meski berstatus otonom, BPN tetap akan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Sebagai Badan Otorita, BPN harus bergerak lebih leluasa dan mampu tingkatkan penerimaan negara,” ujarnya.
Pembentukan lembaga baru juga memiliki dampak politik dan sosial. Secara politik, bisa terjadi sentralisasi kekuasaan. Dari sisi sosial, bisa terjadi mutasi pegawai dan kebutuhan penyesuaian kompetensi, yang memerlukan waktu dan sumber daya.
“Semua ini harus dikaji matang. Jangan sampai pembentukan lembaga justru menimbulkan persoalan baru,” pungkasnya. (beritasatu/c1/yud)