ULN Indonesia Tumbuh 8,2 Persen, Tembus USD431,5 M

ULN NAIK: Pegawai menunjukkan mata uang dolar AS di salah satu kantor cabang BNI di Jakarta.--FOTO SALMAN TOYIBI/JAWA POS

JAKARTA - Utang luar negeri (ULN) Indonesia per April 2025 tumbuh 8,2 persen secara tahunan menjadi USD431,5 miliar. Bank Indonesia (BI) memastikan masih terkendali didukung oleh prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Meski demikian, ekonom menilai pengambilan ULN lebih selektif ke depan. 

’’Kenaikan ini terutama berasal dari sektor publik. Juga dipengaruhi faktor pelemahan mata uang dolar Amerika Serikat (USD) terhadap mayoritas mata uang global," kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Senin (16/6).

Utang luar negeri pemerintah naik menjadi USD208,8 miliar, tumbuh 10,4 persen year-on-year (yoy). Didorong oleh penarikan pinjaman dan meningkatnya arus masuk modal asing ke surat berharga negara (SBN). Seiring dengan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tinggi.

 

Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 22,3 persen dari total ULN pemerintah. "Lalu administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, jasa pendidikan, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan," beber Denny. 

 

Di sisi swasta, ULN tercatat USD194,8 miliar. Menyusut 0,6 persen YoY. Moderasi ini sebagian besar disebabkan oleh pemulihan utang yang dimiliki oleh lembaga keuangan yang tumbuh 2,9 persen YoY setelah mengalami penurunan di bulan sebelumnya. Utang sektor swasta masih terkonsentrasi pada sektor-sektor utama. Seperti manufaktur, jasa keuangan, listrik dan gas, serta pertambangan. Dengan pinjaman jangka panjang mencakup 76,9 persen dari total.

 

Secara keseluruhan, Denny menyatakan struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat. Rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) turun menjadi 30,3 persen pada April 2025 dari 30,6 persen per Maret 2025. Didominasi utang jangka panjang dengan porsi 85,1 persen dari total. 

 

Sementara Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan, dominasi utang jangka panjang dan rasio utang terhadap PDB yang terkendali mencerminkan profil risiko eksternal yang rendah. Membantu menstabilkan nilai tukar rupiah dan menjaga kepercayaan investor di tengah ketidakpastian global. Meski ke depan, pengambilan utang luar negeri akan menjadi lebih selektif seiring meningkatnya risiko fiskal dan biaya pendanaan global. 

 

Menurut Andry, tekanan fiskal domestik seperti peningkatan belanja untuk mendukung program prioritas pemerintah, ditambah dengan ketegangan geopolitik yang meningkat di Timur Tengah, kemungkinan akan mendorong baik pemerintah maupun sektor swasta untuk lebih berhati-hati dalam mengambil utang luar negeri baru. "Premi risiko dapat meningkat apabila persepsi pasar terhadap keberlanjutan fiskal memburuk dan sentimen risiko (risk-off) terus berlanjut," terangnya

 

Tag
Share