Mengenal Teknologi Surfaktan untuk Menjawab Tantangan Biopestisida (Formulasi dan Aplikasi)

Devi Agustina, S.P., M.Si.-ilustrasi foto edwin/radar lampung-
Hal yang sedikit berbeda untuk biopestida dengan bahan aktif agensia hayati cendawan, maka langkah utama pemilihan surfaktan berdasarkan kompatabilitas terhadap minimum populasi dari cendawan yang disebut Minimum Inhibitory Concentration (MIC) didefinisikan sebagai konsentrasi terendah suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan sel.
Setiap jenis mikroba memiliki persentasi MIC yang berbeda-beda pada setiap jenis surfaktan dan tipe formulasi nya, contohnya untuk Bouveria bassiana dalam formulasi Emulsifiable Concentrate (EC) nilai MIC nya terhadap surfaktan emulcifier nilai MIC nya adalah 20%-0.04% sedangkan nilai MIC terhadap surfaktan dengan fungsi dispersant-stabilizer di range 20%-0.05%.
Setiap fungsi dan jenis surfaktan memiliki sifat penghambatan yang berbeda-beda pula, surfaktan jenis non-ionik dan polimer umumnya lebih memiliki keterbatasan dalam menghambat pertumbuhan mikroba dibandingkan dengan low surface tensions surfactant yaitu jenis surfaktan yang memiliki tegangan permukaan rendah dimana jauh lebih efektif.
Memilih jenis formulasi biopestisida yang efektif dan efisien artinya tidak hanya mencapai tujuan optimalisasi efektifitas dan stabilitas agensia hayati yang diuji secara in-vivo dan in-vitro akan tetapi juga mencakup dalam aplikasi uji coba lapangannya.
Dengan kata lain, teknologi dan inovasi surfaktan tidak hanya berperan dalam proses formulasi nya tetapi juga dalam proses aplikasi langsung yang disebut metode tank mix application- teknik pencampuran dalam tanki.
Metode ini dapat menjadi solusi yang efisien untuk menjawab tantangan keterbatasan biopestisida sehingga lebih stabil dan lebih tepat sasaran ke target hama penyakit maupun ketika co-spray dengan pupuk contohnya.
Untuk metode tank mix aplikasi biopestida langsung dalam penyemprotan umumnya surfaktan jenis ini dari golongan Adjuvant yang memiliki sifat adjuvansi sehingga mampu meningkatkan kemampuannya untuk menyebar, membasahi, dan menembus permukaan dan memodifikasi interaksi permukaan tanaman/taget area dengan bahan aktifnya.
Harapannya dengan tersedianya akses terhadap inovasi dan teknologi surfaktan yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan biopestisida dalam era pertanian modern yang berkelanjutan, bukan lagi sebuah kendala untuk kita sebagai penggiat pertanian dan pelaku industri agrokemikal untuk dapat berkontribusi secara aktif menjaga keberlangsungan rantai makanan dan ekosistem yang sehat untuk mampu menopang pertanian yang produktif.
Meningkatkan kepedulian dan kesadaran bahwa pertanian yang berkelanjutan adalah tugas kita bersama, dengan mempertimbangkan penggunaan biopestisida dan menggunakan pestisida sintetis dengan penuh tanggung jawab, efek residu dan resiko resistensi yang mengancam biodiversitas pada jangka panjang dapat diturunkan. Pertanian yang berkelanjutan sebagai penopang utaman ketahanan pangan adalah hal yang patut kita upayakan bersama. (*)
*) Penulis merupakan Agriculture Specialties - Agriculture & Food (SEA) – Nouryon; Alumni HPT 2002; Anggota Ikaperta Unila