TikTok Bakal Pegang 150 Juta Data Toko Pedia, HIPPI: Ancaman Keamanan Nasional
Warga melihat barang yang dijual di Tiktok Shop melalui layar telepon genggam di Depok, Jawa Barat.-FOTO JAWAPOS.COM-
JAKARTA – Ada 150 juta data Tokopedia yang bakal dikuasai oleh TikTok. HIPPI menilai hal ini bisa menjadi ancaman keamanan nasional.
Diakuisisinya Tokopedia oleh raksasa teknologi besutan Bytandce, Tiktok, menjadi perhatian serius bagi kalangan pengusaha.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Erik Hidayat berpandangan langkah Tiktok mengenggam mayoritas saham Tokopedia sebagai ancaman nasional.
’’Hal ini bisa dianggap ancaman bagi keamanan nasional. Saya sangat menyesalkan Super App ini kembali dimiliki pihak asing,” keluhnya, Rabu (13/3).
“Hal ini sangat menyesakkan, karena sebagai pemilik saham mayoritas, GoTo sudah dapat dikatakan dikuasai oleh perusahaan asal Tiongkok itu. Sementara kita orang Indonesia tidak punya apa-apa," kata Erik.
Kekhawatiran Erik bukan tanpa alasan.
Tiktok digunakan ratusan juta pengguna di Indonesia, data konsumen yang yang dimiliki Tokopedia tentu otomatis akan diketahui perusahaan asal Tiongkok tersebut.
Belum lagi data pengguna Gojek yang juga dimiliki Goto- perusahan induk yang terafiliasi dengan Tokopedia.
"Pasalnya, semua data baik itu pergerakan orang alias di aplikasi (contoh lain) Gojek, kemudian penyimpanan uang pengguna di Go Pay, hingga karakter belanja seluruh warganet Indonesia dan data-data lainnya, sudah bisa dikuasai oleh TikTok," kata dia.
"Database yang dimiliki Tokopedia dengan sekitar 150 juta pengguna, akan berpindah ke TikTok, dan otomatis data besar konsumen Indonesia akan dengan mudah dimanfaatkan oleh orang asing," sambungnya.
Selain itu, Erik yang juga pengurus pusat Kamar Dagang dan Industri (KADIN), ini mempertanyakan konsistensi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Tiktok menghidupkan lagi fitur Tiktok Shop dalam aplikasi media sosial mereka dan secara terang-terangan menabrak Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023.
Seperti diketahui, peraturan yang baru direvisi Oktober lalu, jelas-jelas menyatakan pemisahan fungsi media sosial dan e-Commerce tidak boleh digunakan dalam satu aplikasi.
"Ini terkesan diakal-akali. Saat ini memang Tokopedia sebagai platform lokapasar sudah memiliki izin, akan tetapi dengan mudahnya diakali dengan membeli Tokopedia-nya," kata dia.