Ketua Bawaslu Usulkan Fungsi Quasi Peradilan Lewat Revisi UU Pemilu

Rahmat Bagja mengusulkan Bawaslu diberi kewenangan quasi peradilan agar putusannya bersifat mengikat dalam sistem hukum pemilu. -FOTO BAWASLU -

JAKARTA – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengusulkan agar lembaganya diberikan kewenangan quasi peradilan melalui revisi Undang-Undang Pemilu dan Pemilihan. Usulan ini bertujuan agar putusan Bawaslu memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan menjadi bagian dari sistem penegakan hukum pemilu yang lebih terintegrasi.
’’Perlu ada penegasan kewajiban kepatuhan terhadap putusan Bawaslu dan badan peradilan, serta mengedepankan sanksi administrasi dibandingkan sanksi pidana,” ujar Bagja dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (10/5).
Bagja menilai selama ini putusan Bawaslu kerap dipandang sebatas rekomendasi, padahal dalam banyak kasus pelanggaran administrasi, keputusan tersebut semestinya bisa menjadi dasar hukum yang sah dan mengikat.
Ia menekankan pentingnya integrasi sistem hukum pemilu, mulai dari pelanggaran administrasi yang ditangani Bawaslu, gugatan tata usaha negara (TUN) di Pengadilan TUN, hingga sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Satu bentuk penegakan hukum seharusnya menjadi pijakan formal untuk proses hukum selanjutnya. Ini akan memperkuat keterpaduan sistem hukum pemilu,” jelasnya.
Lebih lanjut, Bagja menyebut tantangan demokrasi saat ini, seperti politik uang, disinformasi digital, dan keterlibatan aparatur negara, menuntut pengawasan yang lebih kuat, proaktif, dan responsif.
Ia juga mendorong transparansi dalam penanganan pelanggaran administrasi melalui sistem informasi digital yang memungkinkan masyarakat turut memantau prosesnya.
“Dengan sistem informasi digital, publik bisa mengawasi langsung proses penanganan pelanggaran. Ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum pemilu,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin turut menyoroti tantangan berat dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan serentak 2024. Ia mengakui bahwa tahapan yang saling berhimpitan menimbulkan beban berat bagi penyelenggara.
 “Tahapan pemilu belum selesai, sudah langsung masuk ke tahapan pemilihan. Desain keserentakan membuat penyelenggara harus berkejaran dengan waktu dan membagi konsentrasi,” pungkas Afifuddin. (ant/c1/abd)

Tag
Share