Anggota DPR: Media Penyiaran Bisa Mati Perlahan Jika UU Penyiaran Tak Direvisi

Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini saat menyampaikan pandangannya mengenai urgensi revisi UU Penyiaran, Jumat (9/5). -FOTO IST-
JAKARTA – Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini menegaskan bahwa media penyiaran nasional menghadapi ancaman kemunduran jika Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tidak segera direvisi. Menurutnya, UU yang sudah berusia lebih dari 20 tahun itu tak lagi relevan di tengah ledakan konten digital.
’’Kompetisi tidak sehat antara media sosial personal dan media penyiaran yang harus taat regulasi dan etika. Kalau UU Penyiaran tidak segera beradaptasi, kita akan menyaksikan matinya media penyiaran secara perlahan. Ini berarti juga matinya salah satu penyangga demokrasi,” ujar Amelia di Jakarta, Jumat (9/5).
Amelia menyatakan bahwa revisi UU ini bukan sekadar menyentuh aspek teknis penyiaran, tetapi menyangkut fondasi demokrasi—yakni hak publik atas informasi yang adil, akurat, dan bertanggung jawab.
Ia menyoroti adanya ketimpangan regulasi yang signifikan: media penyiaran tunduk pada KPI, izin siaran, dan kode etik jurnalistik, sementara konten digital personal bebas tanpa regulasi yang memadai.
“Platform digital global juga menguasai sebagian besar pendapatan iklan, membuat media nasional semakin tertekan secara ekonomi,” tambahnya.
Menurut Amelia, fenomena ini dapat memicu disinformasi dan polarisasi di masyarakat, di mana konten viral lebih dipercaya dibandingkan jurnalisme faktual. Situasi ini sangat berbahaya dalam jangka panjang.
Ia memastikan Komisi I DPR RI tengah merumuskan Rancangan UU Penyiaran yang lebih adil bagi seluruh pelaku ekosistem informasi, termasuk mendorong transparansi algoritma platform digital serta mengkaji prinsip publisher rights agar media lokal mendapat kompensasi yang layak.
Selain perlindungan terhadap media, Amelia juga menekankan pentingnya perlindungan publik dari konten berbahaya seperti hoaks, kekerasan berbasis gender, ujaran kebencian, dan manipulasi informasi.
“Keberlanjutan media penyiaran bukan hanya soal bisnis atau teknologi, tapi soal menjaga kesadaran kolektif kita sebagai bangsa. Demokrasi hanya hidup jika informasi bisa dipercaya, dan itu hanya bisa terjadi jika ekosistemnya adil dan bertanggung jawab,” pungkasnya. (ant/c1/abd)