Ketua Dewan Pers Minta Pemerintah Perhatikan Industri Media, Soroti Ketimpangan Anggaran

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap media konvensional dalam menjaga ekosistem pers yang sehat. -FOTO DISWAY -
JAKARTA – Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu meminta pemerintah memberikan perhatian serius terhadap kondisi industri media yang tengah tertekan akibat dominasi media sosial (medsos) dan konten kreator dalam tatanan digital.
Hal ini disampaikan Ninik dalam acara penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan LPSK, yang berlangsung di gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (5/5).
Dalam kesempatan tersebut, Ninik menyoroti ketimpangan dalam alokasi anggaran pemerintah yang dinilai lebih condong ke media sosial daripada media konvensional.
“Ubah cara bekerja sama, jangan hanya menggunakan biaya iklan untuk media sosial,” tegas Ninik.
Ia menekankan bahwa keberlanjutan bisnis media, kesejahteraan wartawan, dan keselamatan jurnalis harus menjadi prioritas dalam membangun ekosistem pers yang sehat dan independen.
“Alokasikan juga anggaran untuk media konvensional,” lanjutnya.
Meski begitu, Ninik mengingatkan bahwa dukungan pemerintah terhadap media tidak boleh menjadikan media sebagai corong pencitraan pemerintah. Fungsi jurnalistik sebagai penyampai kebenaran kepada publik harus tetap dijaga.
“Yang kita butuhkan adalah jurnalisme berkualitas yang menyuarakan fakta,” ujarnya.
Sebelumnya, Ninik juga menyatakan dukungannya terhadap wacana pembentukan public endowment fund atau dana abadi untuk jurnalisme yang diusulkan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi).
Dana tersebut bertujuan mendukung kesejahteraan jurnalis serta keberlangsungan industri media di tengah tantangan besar yang dihadapi saat ini.
“Itu dana untuk teman-teman jurnalis. Bukan hanya untuk wartawannya, tetapi juga untuk keberlanjutan medianya,” pungkas Ninik, Sabtu, 3 Mei 2025.
Diketahui Dewan Pers bersama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) untuk memperkuat perlindungan terhadap kerja jurnalistik, khususnya bagi jurnalis yang menjadi saksi atau korban tindak pidana.
Penandatanganan MoU ini berlangsung di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis dalam memperluas kolaborasi dengan lembaga yang memiliki kesamaan visi dalam mendukung kemerdekaan pers.
“Kita ingin memperluas kolaborasi dengan lembaga-lembaga yang selama ini sudah bekerja sama dengan baik,” ujar Ninik.
Ia menambahkan bahwa kerja sama ini juga ditujukan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi jurnalis, terutama dalam hal perlindungan dan pemulihan pascakejadian.
“Ini bukan sekadar MoU, tapi perlu ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama yang lebih detail: siapa melakukan apa, dengan cara apa, kapan, dan bagaimana evaluasinya,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua LPSK Brigjen Pol (Purn) Achmadi menekankan pentingnya kerja sama ini sebagai bagian dari komitmen bersama untuk menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers.
“Nota kesepahaman ini menjadi langkah penting dalam memperkuat perlindungan terhadap jurnalis yang menjadi saksi maupun korban tindak pidana,” ujar Achmadi.
Ia juga menyatakan bahwa masih ada sejumlah hal teknis yang perlu dibahas lebih lanjut guna meningkatkan efektivitas perlindungan ke depan.
“Dengan kerja sama ini, kami berharap ekosistem pers yang aman dan bebas bisa semakin terbentuk,” tandasnya.
Melalui MoU ini, jurnalis diharapkan memperoleh akses yang lebih baik terhadap perlindungan hukum dan psikologis, sebagai bagian dari dukungan terhadap kebebasan pers yang profesional dan bertanggung jawab. (disway/c1/abd)