Moratorium Pengiriman TKI ke Arab Saudi Dicabut

Calon pekerja migran Indonesia (PMI). --FOTO KEMENAKER

Gaji Minimal Rp6,7 Juta

JAKARTA - Rencana pemerintah mencabut moratorium pengiriman pekerja migran Indonesia (PMI) atau TKI sektor domestik ke Arab Saudi kian matang. Pembukaan ini akan membuka potensi penempatan PMI sektor domestik hingga 300-400 ribu per tahun. 

Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), dan pihak terkait, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding memaparkan alasan mengapa pembukaan moratorium ini layak dicoba melalui sebuah pilot project. Menurutnya, sudah banyak reformasi terkait ketenagakerjaan, khususnya sektor domestik, yang dilakukan oleh Saudi sejak moratorium diterapkan.

Sebelumnya, kata Karding, pada 2011 sistem kafala masih menguasai. Di mana, majikan menguasai izin tinggal dan kerja PMI sehingga pekerja tidak bisa pindah majikan.

 

Kemudian, kata Karding, tidak ada UU khusus ketenagakerjaan sehingga tak jelas aturan soal jam kerja, upah, dan hari libur. ’’Tak hanya itu. Minimnya akses hukum sehingga menyebabkan eksploitasi tinggi, kasus kekerasan merajalela, gaji tak dibayar, hingga pelecehan seksual,’’ ujarnya.

 

Sejalan dengan penerapan moratorium dari Indonesia dan tekanan pihak-pihak internasional seperti ILO hingga human right watch, kata Karding, Saudi mau tak mau berbenah. ’’Apalagi setelah ditekankan bahwa tak adanya perubahan akan berpengaruuh pada investasi di sana,’’ ungkapnya. 

 

Pada 2013, kata Karding, Saudi mulai membuat peraturan kerja sektor domestik. ’’Kontrak kerja jelas, jam kerja ada, hingga larangan sita paspor oleh majikan. Kemudian pada rentang 2018-2021 dilakukan reformasi ketenagakerjaan mulai dari perbaikan kafala, bebas pindah majikan, dan exit visa via sistem digital. Perbaikan ini pun terus disempurnakan. Pada 2022, Saudi mengatur tegas soal kontrak kerja pekerja domestik, muncul angka untuk gaji. Terakhir, gaji yang disepakati minimal SAR1.500 atau setara Rp6,7–7 juta per bulan," papar Karding dalam rapat di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (28/4).

Tak hanya itu. Menurut Karding, disediakan asuransi dan jaminan sosial, pengaturan jam kerja dan istirahat 8-10 jam, hingga adanya integrasi dengan sistem penempatan. Menurut Karding, saat ini Saudi telah mengunakan platform musaned yang berfungsi untuk memantau pemberi keja, pekerja, dan agensi. 

 

Menariknya, kata Karding, melalui aplikasi tersebut bukan hanya calon pekerja yang disaring. ’’Tapi, juga calon majikan atau pemberi kerja. Pemerintah akan memverifikasi keuangan hingga status hukum calon pemberi kerja sebelum dinyatakan boleh merekrut pekerja. Tidak semua pemberi kerja bisa menerima misal 10 pekerja sekaligus. Musaned menyeleksi pemberi kerja dan memverivikasi rekam jejaknya. Jadi kalau ada pemberi kerja yang pernah melanggar dan itu ditemukan, itu tidak boleh jadi pemberi kerja," paparnya. 

 

Tag
Share