KPK Temukan 17% Sekolah Lakukan Pemerasan Dana BOS

Gedung KPK--FOTO DOK. JAWAPOS.COM
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) tidak sesuai peruntukan. Terdapat 12 persen sekolah yang menggunakan dana BOS tidak sesuai peruntukan.
’’Terkait dana BOS, masih ada 12 persen sekolah yang menggunakan dana BOS tidak sesuai dengan peruntukannya atau aturan-aturan yang terkait," kata Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana di Gedung Pusat Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/4).
Diketahui, 12 persen sekolah yang tidak menggunakan dana BOS sesuai peruntukannya setelah KPK melakukan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024.
Tak hanya itu. Dalam SPI Pendidikan itu juga ditemukan 17 persen sekolah masih melakukan pemerasan, potongan, atau pungutan terkait dana BOS. Ada 40 persen sekolah nepotisme dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa atau proyek. "47 persen sekolah masih melakukan penggelumbungan biaya penggunaan dana lainnya. Terkait pelanggaran lain-lainnya masih terjadi pada 42 persen sekolah," papar Wawan.
Sementara terkait dugaan temuan gratifikasi, lanjut Wawan, masih ditemukan 30 persen guru atau dosen dan 18 persen kepala sekolah atau rektor masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid adalah sesuatu hal yang wajar diterima. KPK juga menyebut, 60 persen sekolah juga ditemukan bahwa orang tua terbiasa memberikan bingkisan hadiah pada guru pada saat hari raya atau kenaikan kelas.
"Bahkan menurut orang tua, di 22 persen sekolah masih ada guru yang menerima bingkisan agar nilai siswa menjadi bagus atau agar siswa bisa lulus," ungkap Wawan.
Sedangkan, dalam pengadaan barang dan jasa masih ditemukan temuan terkait benturan kepentingan. KPK menyebut, terdapat 43 persen sekolah dan 68 persen kampus yang pimpinannya atau kepala sekolah menentukan vendor pelaksana atau penyedia berdasarkan relasi pribadi.
"Bahkan, 26 persen sekolah dan 68 persen kampus ditemukan ada pihak statuan pendidikan yang menerima komisi dari vendor. Ditemukan juga terdapat pengadaan atau pembelian yang dilakukan secara kurang transparan pada 75 persen sekolah dan 87 persen kampus," urai Wawan.