PSU Pilkada 2024 Jadi Momentum Reformasi Internal Partai dan Penegakan Hukum

Direktur Eksekutif TII Adinda Tenriangke Muchtar menekankan pentingnya reformasi parpol dan penegakan hukum menyeluruh usai PSU Pilkada 2024.-FOTO ANTARA -
JAKARTA – Pemungutan suara ulang (PSU) dalam Pilkada 2024 dinilai menjadi pengingat pentingnya reformasi internal partai politik dan penegakan hukum yang tegas demi mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas.
Direktur Eksekutif The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Adinda Tenriangke Muchtar menegaskan bahwa pembenahan internal parpol krusial untuk memastikan proses rekrutmen politik yang bersih dan beretika.
“Reformasi partai harus disertai peningkatan kesadaran para kandidat agar tidak mengulangi pelanggaran seperti politik uang atau pelanggaran kampanye,” ujar Adinda saat diwawancarai ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, edukasi publik juga menjadi bagian penting dalam mendorong budaya politik yang sehat. Salah satu langkah yang disarankan TII adalah transparansi dari penyelenggara pemilu terkait pelanggaran yang dilakukan peserta.
“Budaya malu bisa menjadi langkah awal menumbuhkan budaya hukum. Karena itu, penting bagi penyelenggara untuk mengumumkan pelanggaran seperti politik uang secara terbuka,” kata Adinda.
Selain itu, TII mendorong Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meninjau kembali putusan-putusan terkait PSU dengan memperhatikan rasa keadilan substantif, seperti yang pernah diterapkan dalam Pilkada 2018 dan 2020.
Evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan pemilu juga dinilai penting dilakukan secara lintas sektor. Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) diharapkan dapat bekerja secara independen tanpa intervensi politik dalam menindak pelanggaran.
“Penegakan hukum yang cepat dan tegas, serta respons terhadap laporan masyarakat, adalah kunci menjaga kepercayaan publik,” tegas Adinda.
Ia juga menyoroti pentingnya koordinasi antara aparat penegak hukum dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), khususnya dalam memastikan transisi dari penjabat (PJ) kepala daerah ke kepala daerah hasil pilkada berjalan lancar.
Berbagai langkah tersebut diharapkan dapat menjadikan PSU bukan sekadar prosedur demokrasi, melainkan juga cerminan keadilan, transparansi, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), menyoroti potensi pemborosan anggaran dan kekosongan pemerintahan akibat pemungutan suara ulang (PSU) yang berlangsung berulang kali dalam Pilkada 2024.
Direktur Eksekutif TII, Adinda Tenriangke Muchtar, mengatakan PSU menambah beban anggaran negara di tengah keterbatasan dana yang dimiliki.
“Biaya tinggi merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan PSU. Di tengah tuntutan efisiensi anggaran, hal ini justru menjadi beban tambahan, sementara masih banyak kebutuhan lain yang mendesak,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (23/4).
Ia menilai pelaksanaan PSU berulang menunjukkan adanya ketidakefisienan dalam penyelenggaraan pilkada. Selain itu, dampaknya juga bisa terasa di pemerintahan daerah.
“PSU yang berlarut-larut dapat mengakibatkan kekosongan pemerintahan karena kepala daerah terpilih belum bisa dilantik dan menjalankan tugasnya,” lanjut Adinda.
Meski Kementerian Dalam Negeri menjamin pelayanan publik tetap berjalan, Adinda mengingatkan bahwa kebijakan yang diambil oleh pejabat sementara—yang tidak dipilih langsung oleh rakyat—berpotensi tidak mencerminkan aspirasi masyarakat. Salah satunya terkait isu sensitif seperti perizinan rumah ibadah.
Ia juga menyoroti potensi terpotongnya masa bakti kepala daerah akibat PSU berulang, yang bisa menghambat realisasi program pembangunan.
“Jika kepala daerah harus memangkas masa baktinya karena PSU, maka janji politik dan program pembangunan bisa tidak optimal terlaksana,” tegasnya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh oleh penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, serta partisipasi aktif dari para peserta pilkada, demi menjamin asas jujur dan adil dalam setiap tahapan pemilu.
“Publik bisa merasa jenuh jika PSU dilakukan terus-menerus. Ini justru bisa menurunkan kualitas demokrasi karena rakyat merasa tidak mendapatkan pemimpin terbaik secara langsung,” pungkasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah meregistrasi tujuh perkara sengketa hasil PSU Pilkada 2024. Selain itu, lima daerah masih akan melaksanakan PSU, yakni:
Kota Palopo, Kabupaten Mahakam Ulu, dan Kabupaten Pesawaran pada 24 Mei 2025. (ant/c1/abd)