SR Harus Benar-Benar Dirasakan Masyarakat Kurang Mampu

Yusdianto (kiri) dan Prof. Bujang Rahman.--FOTO ISTIMEWA
Juga Disesuaikan dengan Kebutuhan Daerah
BANDARLAMPUNG - Sekolah rakyat (SR) di Provinsi Lampung direncanakan mulai tahun ajaran 2026. Tentunya keberadaan SR harus benar-benar dirasakan manfaatnya bagi masyarakat kurang mampu.
Akademisi Unila Yusdianto menyatakan mendukung penuh pengajuan SR di Provinsi Lampung. Namun, kata dia, perlu dipahami dengan konsep adanya SR. ’’SR merupakan sekolah alternatif atau sekolah informal dikhususkan bagi masyarakat yang tidak mampu. Artinya, guru, kurikulum, hingga format penyelenggaraan SR harus dilakukan secara fleksibel. Perlu dipahami, sasaran SR harus fokus kepada orang yang tidak mampu, putus sekolah, dan anak-anak dari kalangan orang tua yang kemampuan ekonominya terbatas. Adanya SR ini membuka ruang alternatif dari pendidikan itu sendiri," katanya.
Konsep pembangunan SR, kata Yusdianto, pada awalnya diusulkan oleh daerah ke pusat (dalam hal ini ke Kementerian Sosial, Red), berapa kuota, dan baru akhirnya pusat menyetujui wilayah tersebut menyelenggarakan SR. ’’Jadi yang utama harus diperhatikan, ketersedian guru (tenaga pendidik), kurikulumnya, dan penyelenggaraan. Kemudian media pembelajaran seperti apa dan ijazah ke depan seperti apa. Ini harus dilaksanakan secara fleksibel. Kalau bicara mengenai SR karena ini merupakan sekolah alternatif diperuntukkan untuk masyarakat yang kurang mampu," jelasnya.
SR ini, kata Yusdianto, kemungkinan konsep sekolah terbuka. ’’Jadi bisa saja dibuat asrama penampungan, termasuk adanya dapur umum. Karena kan SR ini diperuntukan untuk keluarga kurang mampu. Jadi mulai dari kebutuhan formal dan informalnya harus disiapkan oleh pemerintah (penyelengara SR, Red). Pemerintah juga harus mempertimbangkan makan pagi dan siang untuk mereka," ungkapnya.
Yusdianto mencontohkan, apabila SR di perkebunan Lampung Barat sangat tepat. ’’Ini karena anak-anak lokasi tersebut berinteraksi dengan lingkungan atau langsung implementasi dengan kebutuhan kerja di lokasi. Jadi sebaiknya membuat kurikulum untuk SR disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat atau wilayah setempat. "Lambar dan Lampung Tengah bisa jadi role model atau percontohan penyelenggara SR bagi wilayah lainnya. Saya kira semua kabupaten perlu ada SR guna menampung siswa dalam angka pertumbuhan harus sekolah," jelasnya
Karena itu, Yusdianto berharap pendirian SR di Provinsi Lampung di lokasi pemukiman rakyat dan benar benar dirasakan manfaat keberadaan oleh masyarakat wilayah tersebut. ’’Terutama dirasakan manfaat adanya SR diperuntukkan masyarakat kurang mampu atau perekonomian masih tergolong rendah,’’ harapnya.
Sementara pengamat pendidikan Unila, Prof. Bujang Rahman, mengaku belum terlalu memahami konsep yang diinginkan presiden mengenai SR. "Seperti apa SR yang akan dibangun, itu saya belum terlalu pelajari penuh," katanya.