Perajin Tempe di Bandar Lampung Keluhkan Harga Kedelai Impor Tembus Rp11 Ribu per Kg

Seorang perajin tempe di Bandarlampung menunjukkan ampas kedelai yang dijual kepada peternak ikan sebagai pakan alternatif. -FOTO LEO DAMPIARI/RLMG -
Kondisi ini kata Sumantri, berbanding terbalik bila dibandingkan dengan harga kedelai turun. Justru kata dia para perajin ikut mengalami penurunan omset penghasilan dibandingkan bila harga kedelai mahal.
Karena para perajin yang sempat tidak memproduksi karena harga kedelai mahal, kini kembali memproduksi lagi.
Penurunan omset juga dipengaruhi kondisi pasar yang tidak stabil dan banyaknya penjual tempe yang banting harga karena produksi melimpah.
“Karena murah jadi banyak yang produksi, akibatnya banyak tempe yang dijual di pasaran. Ini membuat harganya murah,” sambung Sumantri.
Turunnya harga kedelai membuat produksi tempe melimpah dan banyak perajin kembali memproduksi, sehingga menyebabkan penghasilan perajin menjadi berkurang.
Untuk tetap bertahan, Sumanrri mengatakan para perajin tempe terpaksa mensiasatinya dengan menambah volume tempe demi untuk bersaing di pasaran.
“Untuk mengantisipasinya agar tempe yang saya produksi ini laku di pasaran, ya kita perbanyak produksi tempenya,” ungkapnya.
Ia pun berharap kondisi harga kedelai ini kembali normal. “Harga kedelai turun ini justru penghasilan omset penjualan tempe saya menurun dibandingkan harga kedelai mahal. Semoga bisa normal lagi,” tandasnya. (leo/c1/abd)