Pertalite Tercampur Air di SPBU Klaten, Pertamina Pecat Oknum AMT dan Laporkan ke Polisi

Pertamina mengambil tindakan tegas atas temuan pertalite tercampur air di SPBU Klaten, termasuk memecat oknum dan menyerahkannya ke polisi.-FOTO DISWAY -

JAKARTA – Media sosial diramaikan oleh keluhan warga soal bahan bakar pertalite yang diduga tercampur air di SPBU 44.574.29, Wonosari, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Akibatnya, sejumlah kendaraan mogok tak lama setelah pengisian.
Kabar tersebut kali pertama viral di media sosial, di mana para pengendara melaporkan kendaraan mereka mendadak mati setelah mengisi BBM di SPBU tersebut.
“Saat melaju beberapa meter dari SPBU, kendaraan langsung mogok dan tidak bisa dinyalakan lagi,” ujar Kasi Humas Polres Klaten, AKP Nyoto, Selasa, 8 April 2025.
Merespons kejadian ini, Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah langsung melakukan investigasi internal terhadap SPBU serta oknum awak mobil tangki (AMT) yang bertugas mengirimkan BBM ke lokasi tersebut.
Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jateng, Taufiq Kurniawan, membenarkan adanya temuan pelanggaran prosedur operasional yang dilakukan secara sengaja.
“Dari hasil investigasi, kami menemukan bahwa ada pelanggaran SOP oleh oknum AMT dan kelalaian petugas SPBU yang menyebabkan tercampurnya air dalam tangki penyimpanan BBM,” ujar Taufiq saat dikonfirmasi pada Kamis, 10 April 2025.
Atas temuan tersebut, Pertamina telah mengambil tindakan tegas dengan memecat AMT berinisial MJW yang terbukti melanggar, serta menyerahkan AMT lain berinisial Y kepada kepolisian untuk proses hukum lebih lanjut.
“Kami sudah memberhentikan oknum yang terbukti bersalah, dan menyerahkan semua pihak terkait kepada Polres Klaten untuk diproses secara hukum,” tambah Taufiq.
Sementara itu, pihak SPBU 44.574.29 di Trucuk, Klaten, juga telah bertanggung jawab terhadap keluhan 12 konsumen yang kendaraannya terdampak—terdiri dari 4 mobil dan 8 sepeda motor.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, pihak SPBU telah memperbaiki kendaraan konsumen di bengkel serta mengganti BBM mereka dengan Pertamax pada pagi hari, Selasa, 8 April 2025.

Sebelumnya, Ramai dugaan pembelian minyak jenis RON 92 (Pertamax) yang ternyata berlabel RON 90 (Pertalite), PT Pertamina Patra Niaga disebut-sebut membeli Pertalite untuk kemudian dicampur (dioplos) di depo atau storage menjadi Pertamax.
Menanggapi hal tersebut, Plt. Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, menjelaskan bahwa setiap produk BBM yang dipasarkan di Indonesia, Pertamina mengikuti spesifikasi yang ditetapkan oleh pemerintah.
’’Terkait dengan spesifikasi setiap produk BBM yang dipasarkan di Indonesia ini diatur oleh Dirjen Migas, baik itu Ron 90, Ron 92, Ron 95, maupun Ron 98. Jadi kita mengikuti spesifikasi dari pemerintah,” katanya dalam rapat dengam komisi XII di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/2).
Terkait proses pengawasan, ia mengungkapkan bahwa kualitas produk BBM diawasi melalui uji sampling yang dilakukan oleh Kementerian ESDM, khususnya lembaga migas.
 “Kami juga memberikan data-data kami sering mendapat informasi ataupun request dari SPBU dari seluruh Indonesia dan itu rutin dilakukan dan kami memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada lem migas untuk melakukan uji kualitas terhadap produk yang kita pasarkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, mengenai pengawasan terkait campuran adiktif pada Pertamax, Ega menjelaskan bahwa setiap tahapan, mulai dari penerimaan impor hingga pengisian bahan bakar di SPBU, diawasi.
“Pada saat menerima impor, sebelum loading, hingga uji laboratorium sebelum bongkar, semuanya ada pengawasan,” ujar Ega.
Ia menyebutkan bahwa untuk Pertamax, Pertamina menggunakan adiktif dengan formula khusus. “Kita menggunakan adiktif dengan kadar 0,33 ml per liter, dan adiktif yang kita pakai adalah merk Afton,” tambahnya.
Mengenai pertanyaan apakah hanya ada satu jenis adiktif di dunia, Mars Ega menyebutkan bahwa ada beberapa jenis adiktif, namun Pertamina memilih untuk melakukan lelang dan menggunakan Afton untuk produk Pertamax. “Ada banyak dan kita melalukan lelang,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar meminta agar masyarakat tak khawatir terkait dugaan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax (RON 92) yang dioplos dari Pertalite (RON 90) buntut adanya kasus dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Harli menjelaskan praktik pengoplosan Pertalite menjadi Pertamax itu terjadi antara 2018 hingga 2023.
“Jangan berpikir minyak yang digunakan sekarang adalah oplosan. Itu tidak tepat,” kata Harli kepada wartawan, di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Mantan Kajati Papua Barat ini menjelaskan bahwa berdasarkan temuan sementara, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, melakukan pembelian dan pembayaran untuk minyak RON 92. Namun, yang diterima justru minyak RON 90 dan RON 88.
“Fakta hukum yang sudah selesai (peristiwanya) bahwa RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga itu melakukan pembayaran terhadap pembelian minyak yang RON 92, berdasarkan price list-nya. Padahal yang datang itu adalah RON 88 atau 90,” lanjutnya.
Harli pun menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 2018-2023. Terlebih, kata Harli, minyak merupakan barang habis pakai yang stoknya terus diperbarui.
“Jadi maksud kita, jangan seolah-olah bahwa peristiwa itu terjadi juga sekarang. Ini kan bisa membahayakan di satu sisi ya. Fakta hukumnya ini di 2018-2023, dan ini sudah selesai. Minyak ini barang habis pakai,” terang Harli.
 “Jadi kalau dikatakan stok 2023 itu nggak ada lagi, ya kan. Nah 2018-2023 ini juga ini sedang kami kaji. Apakah di 2018 terus berlangsung sampai 2023, atau misalnya sampai tahun berapa dia,” lanjut dia.
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah pengusaha minyak Riza Chalid, Selasa 25 Februari 2025. Dalam penggeledahan itu, Kejagung menyita uang senilai Rp833 juta dan dokumen yang diduga terkait dengan kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina.
Penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023.
Sebagai informasi, Riza Chalid adalah ayah dari salah satu tersangka dalam kasus minyak mentah ini, yaitu Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) yang menjabat sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa.
“Untuk hasil penggeledahan yang di Jalan Jenggala, penyidik itu menyita 34 ordner yang berisi dokumen-dokumen dan itu sekarang sedang diteliti karena di dalam ordner. Kemudian, ada 89 bundel dokumen,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, Rabu 26 Februari 2025.
Selain itu, penyidik turut menyita sejumlah uang tunai dalam mata uang rupiah dan dollar Amerika. Total pecahan uang dalam Dollar Amerika itu mencapai ribuan.
“Kemudian, ada uang tunai sebanyak Rp 833 juta dan USD 1.500,” lanjut Harli. Penyidik juga menyita dua buah CPU dari rumah Riza di Jalan Jenggala.
Dalam penggeledahan kemarin, penyidik Jampidsus juga menyita empat kardus berisi surat-surat dan dokumen dari penggeledahan di Plaza Asia lantai 20.
Harli mengatakan, proses penggeledahan masih berlangsung di kedua tempat ini. Penyidik tak menutup kemungkinan akan menggeledah tempat lain jika nanti dibutuhkan dalam proses pengungkapan kasus korupsi terjadi di tahun 2018-2023 ini.
“Kemudian apakah ada tempat-tempat lain yang barangkali juga akan dilakukan penggeledahan, ya sangat terbuka kemungkinan itu ketika misalnya penyidik masih menemukan bahwa ada hal-hal yang dibutuhkan dalam proses penyidikan ini,” kata Harli.
Untuk diketahui, Kejagung menetapkan 7 tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
“Berdasarkan keterangan saksi, keterangan ahli, bukti dokumen yang telah disita secara sah, tim penyidik pada malam hari ini menetapkan tujuh orang sebagai tersangka,” kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin 24 Februari 2025.
Senada dengan itu, Kapuspenkum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan, kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. (disway/c1/abd)

Tag
Share