Gembong Narkoba Fredy Pratama, Kadapi Dihukum 20 Tahun Penjara, Jaksa Tuntut Seumur Hidup

Kadapi bin Album Abdi dijatuhi vonis 20 tahun penjara dalam sidang terkait jaringan narkoba Fredy Pratama, meskipun jaksa menuntut seumur hidup. -FOTO IST -

BANDARLAMPUNG – Pengadilan Negeri Tanjungkarang menggelar sidang lanjutan dengan terdakwa Kadapi bin Album Abdi, yang terlibat dalam jaringan narkoba internasional Fredy Pratama.
Dalam sidang yang digelar pada Rabu (26/3), majelis hakim memvonis Kadapi dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda sebesar Rp10 miliar dengan subsider 1 tahun kurungan.
Vonis ini lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menuntut hukuman seumur hidup. Setelah putusan dibacakan, baik Jaksa Penuntut Umum maupun penasehat hukum terdakwa menyatakan akan melakukan banding.
Majelis Hakim dalam putusannya menyatakan bahwa Kadapi, yang merupakan narapidana yang sedang menjalani hukuman di Lapas Banyuasin, Sumatera Selatan, terbukti bersalah mengendalikan jaringan narkoba dari dalam penjara. Tindakannya melanggar Pasal 114 Ayat (2) Jo Pasal 132 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Tindak Pidana ini bermula pada Januari 2023, ketika terdakwa Kadapi dihubungi oleh Hendra Yainal Mahdar, seorang napi lain di Lapas Banyuasin, untuk mencari pembeli narkotika jenis sabu. Dalam komunikasi melalui aplikasi BBM, Kadapi diminta untuk menyiapkan uang jaminan sebesar Rp500 juta agar bisa mendapatkan pasokan sabu. Kadapi kemudian mencari pembeli di Palembang dan berhasil mengamankan uang tersebut.
Uang itu kemudian dikirimkan ke rekening yang diberikan oleh Muhammad Rivaldo, anggota jaringan narkotika lainnya, untuk membeli 35 kilogram sabu yang diselundupkan dari Malaysia ke Indonesia melalui jalur laut menuju Tembilahan, Riau.
Sebagian dari sabu tersebut, sebanyak 10 kilogram, diberikan kepada Kadapi dan dijual di Palembang.
Kasus ini terungkap setelah Polda Lampung berhasil menangkap beberapa anggota jaringan narkoba, termasuk Fajar Reskianto dan Angga Alfianza, yang kedapatan membawa 21 kilogram sabu dari Lampung ke Jakarta.
Rusli, penasehat hukum terdakwa, menyatakan bahwa vonis yang dijatuhkan hakim terlalu tinggi, dan ia bersama dengan jaksa berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.
Kasus ini menjadi bagian dari upaya besar aparat penegak hukum untuk membongkar jaringan narkoba yang mengendalikan peredaran sabu dari luar negeri ke Indonesia.
Sebelumnya, Dua terdakwa jaringan narkoba internasional Fredy Pratama dituntut mati oleh jaksa penuntut umum (JPU). Keduanya yakni Hendra Yainal Mahdar, warga Kotabaru, Kecamatan Keritang, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, dan Muhammad Nazwar Syamsu, warga Kelurahan Tambaksumur, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur.
JPU Eka Aftarini menyatakan Hendra Yainal Mahdar dan Muhammad Nazwar Syamsu bersalah terlibat penyelun­dupan sabu-sabu  35 kilogram dari Malaysia ke Indonesia yang dikendalikan kedua terdakwa dari dalam Lapas Banyuasin, Sumatera Selatan.
’’Meminta kepada majelis hakim untuk menuntut kedua terdakwa dengan hukuman mati,” ungkap Eka, Rabu (25/9).
Jaksa menyatakan bahwa perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Sementara atas tuntutan tersebut, dua napi asal Banyuasin ini hanya tertunduk lesu.
Diketahui, perbuatan terdakwa berawal Januari 2023. Di mana keduanya saling berkomunikasi melalui BBM bersama Kadapi Alyus Abdi yang merupakan suami dari selebgram asal Palembang Adelia Putri yang sebelumnya sudah divonis terkait Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
Saksi Muhammad Rivaldo Milianri Gozal Silondae memberi kabar bahwa sabu sebanyak 35 kilogram, telah siap di malaysia dan meminta nomor kapal untuk menyeberangkan sabu dari Malaysia menuju Indonesia (tembilahan riau).
Saksi Hendra Yainal Mahdar kemudian mengirimkan Pin BBM milik orang kapal, yaitu Abu (DPO) yang telah siap menunggu di perairan Malaysia untuk berkomunikasi dengan saksi Muhammad Rivaldo.
Bahwa sabu 35 kilogram, dibagi-bagi dengan rincian, 21 kilogram diterima oleh Rendi dan Abu (DPO) kemudian Rendi menyerahkan kepada saksi Angga Alfianza bin Fauzan (terpidana) atas perintah saksi Hendra Yainal Mahdar Als Eiger.
Sebanyak 14 kilogram diserahkan Rendi (DPO) kepada Kadapi bin Alyus Abdi atas perintah Hendra Yainal Mahdar senilai Rp. 3.500.000.000,- (tiga milyar lima ratus juta rupiah) yang kemudian di edarkan oleh Debi (DPO) di daerah Palembang.
Saksi Muhammad Rivaldo Milianri Gozal Silondae, pada bulan maret 2023 menghubungi saksi Fajar Reskianto (terpidana) dan memerintahkan saksi Fajar Reskianto bin Sukanto untuk mengantar narkotika dari Lampung ke-jakarta.
Kemudian, memerintahkan saksi Angga Alfianza Bin Fauzan membawa sabu dari pekanbaru ke Lampung dan akhirnya mereka tertangkap oleh Polda Lampung dengan barang bukti 21 kg Narkotika jenis sabu.
Diketahui sebelumnya, jaringan Fredy Pratama masih menjadi momok pada kasus peredaran narkoba yang berhasil diungkap jajaran Ditresnarkoba Polda Lampung.
Selain jaringan Fredy Pratama, aparat juga berhasil mengungkap 3 jaringan lainnya. Masing-masing, jaringan Aceh-Medan-Lampung dan Jakarta; kemudian jaringan Malaysia-Aceh Utara-Bogor dan Sulawesi Selatan; serta jaringan Riau dan Jakarta.
Menurutnya, dari 49 tersangka itu diamankan karena keterlibatannya dalam 19 kasus. Dari kasus tersebut, lanjutnya, pihak kepolisian berhasil menyita barang bukti berupa 147,4 kg sabu dan 56,1 kg ganja.
Selain narkoba, kata Kapolda, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti lain. Di antaranya 1 unit mobil Toyota Innova Reborn, 1 Colt Diesel, tas serta kardus.
Helmy menjelaskan, modus yang dilakukan oleh para pelaku adalah dengan memasukkan narkoba ke dalam tas atau kardus.
“Sebagian besar ditangkap di Pelabuhan Bakauheni, Lampung Selatan, termasuk jaringan Fredy Pratama. Untuk jaringan Fredy Pratama ini, ada 8 orang tersangka dengan barang bukti sabu seberat 35,1 kg,” terangnya.
Lalu, dari jaringan Aceh-Medan-Lampung dan Jakarta berhasil menangkap 8 pelaku di sekitar Pelabuhan Bakauheni dan Jawa Timur dengan barang bukti 38,1 kg sabu-sabu.
Selanjutnya, dari jaringan Malaysia-Aceh utara-Jakarta-Bogor dan Sumatera Selatan ada 15 tersangka dengan barang bukti 52,4 kg sabu-sabu. Dan dari jaringan Riau-Jakarta terdapat 3 tersangka dengan barang bukti sebanyak 20 kg sabu- sabu.
Helmy melanjutkan, sindikat barang haram tersebut memang memilih jalur darat sebagai jalur favorit. Sebab, katanya, selain posisi gegografis Lampung yang berada di ujung Pulau Sumatera, juga karena ongkos yang relative lebih murah.
“Posisi geografi di ujung Sumatra menjadi posisi favorit karena operasional cost lebih murah ketimbang menggunakan pesawat. Jalur darat lebih murah sehingga menjadi pilihan para sindikat jaringan,” bebernya.
Helmy mengaku, pihaknya masih terus melakukan pengembangan terhadap ke empat jaringan tersebut. “Dari nilai ekonomi, barang bukti senilai sekitar Rp220,6 miliar. Dengan ungkap kasus ini ada 625.040 jiwa yang berhasil terselamatkan,” tutupnya. (leo/c1/abd)

Tag
Share