Bawaslu Serang Ingatkan Kepala Desa untuk Tetap Netral pada PSU Bupati Serang 2025
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengingatkan kepala desa di Kabupaten Serang untuk menjaga netralitas dalam pemungutan suara ulang Pilkada Serang pada 19 April 2025. -FOTO DOK. BAWASLU -
KABUPATEN SERANG – Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja mengingatkan seluruh kepala desa (Kades) di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, untuk menjaga netralitas pada pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Serang yang akan digelar pada 19 April 2025.
Ia menegaskan agar Kades tidak terlibat dalam kegiatan apa pun yang diselenggarakan oleh pasangan calon (paslon) di kantor pemenangan.
’’Kepala desa harus menjaga diri dan perilaku. Tidak boleh melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon,” tegas Rahmat Bagja saat menghadiri Sosialisasi Netralitas Kepala Desa dalam Pemungutan Suara Ulang Bupati dan Wakil Bupati Serang di Banten, Selasa (25/3).
Selain itu, Rahmat Bagja juga mengimbau seluruh kepala desa untuk menahan diri dari memberi dukungan di media sosial, seperti menyukai, membagikan, atau memberi komentar pada konten yang diposting oleh paslon. Ia menegaskan bahwa setiap pelanggaran yang dilakukan oleh kepala desa terkait netralitas ini akan berpotensi menimbulkan masalah hukum di kemudian hari.
“Saya berharap tidak ada kepala desa yang melanggar. Agar tidak perlu ada PSU ulang lagi di Kabupaten Serang. Semua pihak terkait harus menjaga agar proses PSU berjalan sesuai aturan yang berlaku,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bawaslu Kabupaten Serang, Furqon, menyampaikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan kepolisian mengenai penegakan netralitas kepala desa.
Jika ada kepala desa yang melanggar, mereka akan langsung ditindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Dalam Pasal 70 ayat (1) dan Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan, disebutkan bahwa perangkat desa yang melanggar netralitas dapat dikenakan sanksi pidana.
“Mari kita samakan pola pikir dan cara pandang kita, serta tegak lurus pada undang-undang, agar PSU berjalan dengan baik, jujur, dan adil,” tegas Furqon.
Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI melaporkan 195 kasus dugaan pelanggaran netralitas kepala desa (Kades) selama kampanye pilkada serentak 2024.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan bahwa kasus-kasus tersebut tersebar di 25 provinsi sejak awal masa kampanye hingga saat ini. “Hingga 28 Oktober 2024 terdapat 195 kasus dengan rincian 59 temuan, 136 laporan, 130 perkara diregister, 55 tidak diregister, dan 10 perkara belum diregister,” paparnya di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin (28/10).
Dari total 130 perkara yang diregister, 12 di antaranya tergolong tindak pidana pelanggaran pemilihan. Sementara itu, 97 kasus merupakan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya, dan 42 kasus dinyatakan bukan pelanggaran.
“Kasus-kasus ini menunjukkan pelanggaran netralitas kepala desa, sehingga penting untuk memastikan agenda demokrasi elektoral di tingkat lokal berlangsung secara kompetitif, jujur, adil, dan demokratis,” tambahnya.
Bagja mengingatkan bahwa menurut Pasal 70 Ayat 1 UU Pilkada, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa, lurah, dan perangkat desa dalam kampanye. “Kepala desa dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon,” jelasnya.
Ia mengimbau kepada kepala desa dan perangkat desa untuk menjaga netralitas selama masa kampanye Pilkada 2024.
“Kami berharap imbauan ini dapat dipahami dan dilaksanakan oleh seluruh calon kepala daerah dan tim kampanye, agar proses demokrasi di tingkat lokal dapat berjalan dengan baik,” tutupnya.
Sebelumnya, Dugaan mobilisasi kepala desa (Kades) untuk mendukung paslonkada menjadi salah satu fokus pendalaman dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku pihaknya sedang mendalami dugaan mobilisasi Kades untuk mendukung salah satu pasangan calon pada Pilkada Jawa Tengah (Jateng) 2024.
“Kami lagi menunggu informasi dari Bawaslu Kota Semarang. Apakah ini termasuk dugaan tindak pemilihan, ataupun pelanggaran netralitas, ataupun bukan pelanggaran,” kata Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan para pelaku terancam hukuman pidana sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila terbukti melakukan pelanggaran.
Adapun sanksinya paling singkat adalah pidana penjara 1 bulan dan paling lama 6 bulan atau denda paling sedikit Rp600 ribu atau paling banyak Rp6 juta.
Selain itu, Bagja menilai apabila kasus ini berkembang dan terbukti sebagai pelanggaran pidana, sanksi yang lebih berat dapat dikenakan termasuk pencopotan jabatan kepala desa.
“Setelah itu juga bisa ditingkatkan, kalau sudah seperti ini kan, apakah jabatan kepala desanya bisa dicopot atau tidak tentu dari Kementerian Dalam Negeri yang akan menentukannya,” jelasnya.
Ia menyampaikan apabila yang dilanggar hanya terkait netralitas tanpa unsur pidana, sanksinya bukan dalam bentuk hukuman pidana.
“Kalau netralitas kan hampir biasanya sanksinya bukan sanksi pidana. Jadi kemungkinan masih menjabat,” tambah Bagja.
Sebelumnya, Jumat (25/10), Bawaslu Kota Semarang menggerebek puluhan kepala desa yang sedang berkumpul di salah satu hotel mewah. Mereka diduga dimobilisasi untuk pemenangan salah satu pasangan calon.
Kejadian itu bermula dari informasi ada mobilisasi kepala desa dari berbagai daerah di Jateng untuk mendukung salah satu pasangan calon di Pilkada Jateng. Bawaslu Semarang menerjunkan 11 orang untuk mengecek lokasi pada Rabu (23/10).
Setibanya di lokasi, para petugas Bawaslu sempat terkendala. Mereka baru bisa masuk ruangan setelah bertemu salah satu kepala desa yang baru datang.
Para kepala desa itu mengaku bagian sari Paguyuban Kepala Desa (PKD) Se-Jateng. Mereka mempunyai slogan “Satu Komando Bersama Sampai Akhir”.
Setelah mewawancarai beberapa peserta, Bawaslu menemukan para kades tak hanya berasal dari Semarang. Setiap desa pun tak hanya diwakili kepala desa, tetapi juga sekretaris desa.
Kabupaten yang terkonfirmasi, antara lain Pati, Rembang, Blora, Sukoharjo, Sragen, Kebumen, Purworejo, Klaten, Wonogiri, Cilacap, Brebes, Pemalang, Kendal, Demak, dan Semarang.
Meski begitu, Bawaslu Kota Semarang sudah melaporkan temuan ini ke Bawaslu Jawa Tengah. (disway/c1/abd)