Indonesia Bebas dari Eggflation

TELUR AYAM: Pedagang saat merapikan telur ayam di toko miliknya di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta.--FOTO DERY RIDWANSAH/ JAWAPOS.COM
Produksi Telur Ayam Ras Capai 6,4 Juta Ton dan Kebutuhan Bulanan hanya 518 Ribu Ton
JAKARTA - Di saat sejumlah negara mengalami fenomena eggflation atau harga telur ayam meroket, Kementerian Pertanian (Kementan) bersyukur Indonesia terbebas dari fenomena tersebut. Pasalnya, harga telur di Indonesia relatif stabil karena produksi melimpah.
Diketahui, fenomena eggflation telah membuat harga telur di banyak negara melonjak. Sehingga berdampak pada produk berbasis telur seperti kue kering dan makanan olahan lainnya yang kini mencapai rekor tertinggi.
Mengutip Love Money, lonjakan harga ini disebabkan oleh berbagai faktor. Termasuk wabah flu burung yang meningkatkan biaya produksi serta krisis pasokan di sejumlah negara.
Di Swiss, misalnya, harga telur per kilogram kini menyentuh USD6,85 atau sekitar Rp113.534.
Sementara di Selandia Baru harganya mencapai USD6,22 atau Rp103.063, di Singapura USD3,24 atau Rp53.687, di Amerika Serikat USD4,11 atau Rp68.103, di Prancis USD4,08 atau Rp67.606, dan di Australia USD4,13 atau Rp68.428.
Namun, di Indonesia harga telur tetap stabil dengan stok yang terjaga bahkan melimpah. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementan Moch. Arief Cahyono menyatakan bahwa per 25 Maret, harga telur ayam ras nasional berada di angka Rp29.475 per kilogram. Sementara di DKI Jakarta, harga telur lebih rendah dari rata-rata nasional, yakni Rp27.688 per kilogram.
“Seperti yang sudah disampaikan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, pemerintah terus menjaga stok dan harga komoditas pangan strategis, termasuk telur," katanya pada Selasa (25/3) malam.