RAHMAT MIRZANI

Kemenag Butuh Biaya Operasional Besar

HARI DISABILITAS: Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M. Ali Ramdhani (kedua dari kanan) dalam peringatan Hari Disabilitas Internasional di Serpong, Senin (4/12). -FOTO HUMAS KEMENAG -

Tambah Madrasah Ramah Difabel
JAKARTA - Biaya operasional madrasah yang menyelenggarakan pembelajaran ramah difabel cukup besar. Meski begitu, Kementerian Agama (Kemenag) terus menambah jumlah madrasah berlabel ramah difabel. Tujuannya memberikan akses pendidikan yang berkualitas untuk siapa pun.
Perkembangan penyelenggaraan pembelajaran ramah difabel disampaikan Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M. Ali Ramdhani. Dia mencatat sampai 2023 ini sebanyak 146 madrasah telah di-upgrade menjadi madrasah ramah siswa difabel dengan fasilitas memadai. Jumlah ini akan terus ditingkatkan karena saat ini telah terbentuk Kelompok Kerja (Pokja) Pendidikan Islam Inklusif yang selalu mengadvokasi isu ini.
Di sela peringatan Hari Disabilitas Internasional di Serpong pada Senin (4/12), Ramdhani mengungkapkan, Kemenag telah berupaya maksimal mengakomodasi pendidikan kaum difabel. Caranya dengan meningkatkan jumlah unit pendidikan Islam ramah difabel dari tahun ke tahun.
“Kami telah melakukan penyesuaian regulasi dan aksi nyata agar dapat memberikan layanan terbaik untuk anak berkebutuhan khusus,” katanya.
Ramdhani menjelaskan, biaya penyesuaian satuan pendidikan ramah difabel tidaklah murah. Namun tetap harus menjadi prioritas karena pendidikan adalah hak semua warga negara. Menurut pria yang akrab disapa Dhani itu, pendidikan inklusif tidak hanya sebatas membuka akses difabel kepada bangku pendidikan saja. Tetapi juga bisa menjamin keberlanjutan dalam menjalani proses pendidikan.
“Kaum difabel adalah aktor pembangunan, bukan obyek. Maka mari kita bergerak bersama meski butuh perjuangan keras,” tambah Ramdhani.
Dia menjelaskan sampai penghujung 2023 ini terdapat 714 madrasah penyelenggara pendidikan inklusif yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 147 di antaranya telah menerima Surat Keputusan (SK) sebagai Lembaga Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Inklusif.
Saat ini jumlah siswa difabel di lembaga pendidikan di bawah Kemenag mencapai 43.327 siswa. Mereka tersebar di 4.046 madrasah, mulai tingkat Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Aliyah. Para siswa difabel itu, baru dapat dilayani dengan baik oleh 146 unit madrasah. Perinciannya di jenjang RA sebanyak 29 unit, jenjang MI sebanyak 88 unit, jenjang MTs sebanyak 24 unit, dan jenjang MA sebanyak 5 unit. Untuk perguruan tinggi baru ada satu, yaitu UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dhani mengingatkan, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia, memuliakan manusia, dan menciptakan manusia bermartabat. Inklusi merupakan filosofi yang menyatakan bahwa ruang kelas adalah bagian dari ruang bermasyarakat. Keberadaannya tidak lengkap tanpa mengikutsertakan insan-insan dengan semua kebutuhan.
“Inklusi itu sebuah pola pikir bagaimana memberi kesempatan sama kepada semua anak, salah satunya untuk belajar di kelas yang sama,” pungkasnya. (jpc/c1/ful)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan