Deteksi Dini Kebangkrutan Lembaga Keuangan Syariah

ILUSTRASI Deteksi Dini Kebangkrutan Lembaga Keuangan Syariah.-Arya Firman untuk Harian Disway---
Sebaliknya pula, karakteristik khas dari perbankan syariah juga memberikan warna dan memengaruhi behavior dari jalur transmisi kebijakan moneter. Artinya, apa yang terjadi pada sistem keuangan syariah akan berdampak juga terhadap sistem keuangan nasional.
EARLY WARNING SYSTEM BANK SYARIAH
Early warning system secara umum dapat dideteksi melalui variabel makroekonomi. PDB, inflasi dan tingkat bunga, kurs rupiah, serta utang pemerintah dan swasta menjadi variabel penting yang menyebabkan tekanan sebagai pertanda krisis keuangan.
Sinyal krisis bisa didekati melalui pendekatan parametrik dan non-parametrik dengan signaling approach dan terbukti akurat dalam mengamati pergerakan dari beberapa indikator terpilih yang memiliki perilaku abnormal pada periode menjelang krisis.
Salah satu LKS penting di Indonesia adalah bank syariah. EWS begitu penting bagi bank syariah karena bank adalah lembaga intermediasi yang selalu menghadapi mismatch.
Funding umumnya berjangka pendek, sementara pembiayaannya berjangka panjang. Itu menyebabkan bank rawan menghadapi masalah likuiditas yang bisa berujung pada kebangkrutan.
Karena itu, perkembangan metode pengukuran EWS di sektor perbankan cukup masif. Banyak metode digunakan, salah satunya metode Altman Z-Score modified.
Metode itu menggunakan kombinasi lima rasio keuangan yang dianggap relevan untuk menilai kesehatan finansial suatu perusahaan. Rasio-rasio tersebut meliputi working capital, retained earnings, earnings before interest and taxes, market value of equity, dan book value of liabilities.
Dengan memasukkan nilai-nilai itu ke formula Z-Score, perusahaan dapat diklasifikasikan ke dalam kategori sehat, berisiko, atau berpotensi bangkrut.
Dalam konteks sistem peringatan dini, metode Z-Score dapat digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda awal dari financial distress. Dengan memantau nilai Z-Score secara berkala, manajemen perusahaan dapat mengambil tindakan preventif sebelum masalah keuangan menjadi lebih serius.
Misalnya, jika nilai Z-Score mulai menurun, hal itu dapat menjadi sinyal bahwa perusahaan perlu mengevaluasi kembali strategi keuangannya atau melakukan restrukturisasi.
Pada bank syariah, EWS tidak bisa mengesampingkan perolehan laba dari pembiayaan dengan karakteristik tertentu, misalnya, pendapatan yang bersifat certainty, yaitu melalui akad berbasis jual-beli (murabahah, istishna’) dan ijarah (ijarah dan IMBT), dan bersifat uncertainty, yaitu pembiayaan berbasis bagi hasil, mudharabah, dan musyarakah.
Model pembiayaan ternyata sangat memengaruhi risiko kebangkrutan pada bank syariah. Pembiayaan berbasis uncertainty contracts lebih tahan terhadap ancaman kebangkrutan bank syariah sehingga bank syariah harus menyusun portofolio pembiayaan yang menggunakan akad mudharabah dan musyarakah itu lebih tinggi.
Idealnya, berdasar pada berbagai pendekatan portofolio optimal seperti Fuzzy portfolio selection, Markowitz, dan bootstrap block method, berkisar 55–67 persen.