RAHMAT MIRZANI

KPU Diminta Koreksi 267 DCT Pileg

PUTUSKAN LAPORAN: Majelis Pemeriksa Bawaslu memutuskan terlapor KPU RI melakukan pelanggaran administrasi pemilu dalam Perkara Nomor Reg 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023, di ruang sidang Bawaslu, Jakarta, Rabu (29/11).-FOTO IST -

Langgar Syarat Keterwakilan Perempuan
JAKARTA - Pada 29 November 2023, Bawaslu telah membacakan Putusan atas Perkara Pelanggaran Administratif Pemilu (PAP) No. 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang merupakan laporan pelanggaran administratif pemilu dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Dalam putusannya, Bawaslu menyimpulkan bahwa KPU secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif pemilu.
Pelanggaran tersebut terjadi karena dalam menetapkan 267 daftar calon tetap (DCT) anggota DPR Pemilu 2024, KPU terbukti tidak menegakkan ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen dalam pengajuan daftar calon. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilihan Umum serta Putusan Mahkamah Agung No. 24 P/HUM/2023.
Dalam sidang pemeriksaan Perkara No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 yang dilakukan Bawaslu pada 23 November 2023, para pelapor menghadirkan dua orang saksi dan dua orang ahli. Saksi yang dihadirkan adalah Ida Budhiati (Anggota KPU 2012-2017) dan Arief Budiman (Anggota KPU 2012-2017 dan 2017-2022).
Sedangkan ahli yang didengar di persidangan adalah Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi dan Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro.
“Selain itu, kami juga mengajukan dua ahli lain yaitu Bivitri Susanti (Pengajar Hukum Tata Negara STHI Jentera) dan Zainal Arifin Mochtar (Pengajar Hukum Tata Negara FH UGM) yang keterangannya disampaikan secara tertulis,” bunyi keterangan pers para pelapor, dikutip Jumat (1/12).
Dalam dokumen putusannya, Bawaslu tidak menguraikan pendapat dua ahli terakhir ini, namun Majelis Pemeriksa menyatakan bahwa telah mengetahui, membaca, dan mempertimbangkan.
Sebelumnya, KPU menerbitkan Peraturan KPU 10/2023 yang memuat ketentuan keterwakilan perempuan dengan menggunakan rumus pembulatan ke bawah (math rounding). Penggunaan rumus tersebut mengakibatkan banyak daftar calon tetap Pemilu Anggota DPR dan DPRD yang ditetapkan pada tanggal 3 November 2023 memuat keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen (vide Pasal 8 Ayat (2) PKPU 10/2023).
Padahal ketentuan pembulatan ke bawah tersebut telah dibatalkan Mahkamah Agung melalui Putusan MA No.24 P/HUM/2023 pada 29 Agustus 2023, yang merupakan hasil uji materi Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan terhadap PKPU 10/2023.
Selain itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Putusan DKPP No.110-PKE-DKPP/IX/2023 telah pula menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap Ketua KPU dan peringatan bagi semua anggota KPU karena kebijakan KPU soal keterwakilan perempuan dinilai telah melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
DKPP berpandangan ketentuan afirmasi keterwakilan perempuan (affirmative action) dalam konstruksi hukum UU 7/2017 merupakan agenda demokrasi yang harus dijaga dan ditegakkan bersama, khususnya oleh KPU selaku penyelenggara pemilu.
Terakhir, melalui Putusan Bawaslu No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023, selain memerintahkan KPU melakukan perbaikan administratif terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pencalonan Anggota DPR sehingga semua DCT yang ditetapkan memuat paling sedikit 30 persen calon perempuan, Bawaslu juga memberikan teguran kepada KPU untuk tidak mengulangi lagi perbuatan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Sehubungan itu, Koalisi menyampaikan sikap sebagai berikut: Demi konstitusionalitas dan legitimasi pencalonan dan hasil pemilu anggota DPR dan DPRD Tahun 2024, KPU harus melaksanakan Putusan Bawaslu No.010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023 secara konsisten dan menyeluruh,” tutur Direktur Eksekutif NETGRIT Hadar Nafis Gumay mewakili pelapor.
KPU juga diminta melaksanakan Putusan Bawaslu dengan mengoreksi 267 DCT Pemilu Anggota DPR Tahun 2024 sesuai dengan ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 yang mengatur bahwa Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Daftar calon yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen merupakan pelanggaran terhadap keterpenuhan persyaratan pengajuan daftar calon. “Oleh karena itu, daftar calon dengan keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen harus diputuskan oleh KPU sebagai tidak sah dan tidak dapat mengikuti pemilu DPR dan DPRD Tahun 2024,” imbuh pelapor lain, Dosen Pemilu FHUI yang juga Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI) Titi Anggraini. (jpc/c1/abd)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan