Intervensi Harga dan Pasokan untuk Kendalikan Inflasi
JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan laju inflasi pada November 2023 masih terkendali pada 2,86 persen secara tahunan (yoy). Angka ini sedikit meningkat dibandingkan inflasi Oktober 2023 yang tercatat 2,56 persen.
Peningkatan ini dipengaruhi oleh kenaikan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang mencapai 7,59 persen (yoy). Di sisi lain, perlambatan inflasi inti masih berlanjut, tercatat 1,87 persen (yoy), sedikit lebih rendah dari bulan lalu 1,91 persen (yoy). Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) turun tipis menjadi 2,07 persen (yoy), dari 2,12 persen (yoy) pada Oktober.
“Turunnya inflasi administered price dipengaruhi oleh menurunnya harga BBM seiring harga minyak mentah dunia yang melandai. Meskipun secara umum berada dalam tren meningkat, inflasi masih terkendali di dalam sasaran 2023, yaitu 3,0 persen ±1,0 persen,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam keterangan tertulis, Jumat (1/12).
Febrio berharap, inflasi dapat terus terjaga hingga akhir tahun 2023. Terutama di tengah perkembangan harga pangan yang masih meningkat akibat tekanan harga global dan gangguan cuaca. Melihat inflasi yang terus terjadi, pemerintah terus berupaya untuk menjaga konsistensi dalam mengantisipasi gejolak harga melalui berbagai intervensi, seperti stabilisasi harga dan pasokan.
“Langkah pengendalian inflasi pangan, salah satunya tercermin dari harga beras di berbagai kota yang mulai melambat, bahkan di beberapa kota mulai mengalami penurunan,” jelasnya. Dia memastikan, peran APBN bersama dengan APBD terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk merespons harga pangan yang masih tertekan, terutama dalam mempersiapkan masa liburan Natal dan Tahun Baru.
“Di tengah harga pangan yang masih mengalami tekanan, pemerintah terus berkomitmen untuk mengantisipasi gejolak harga melalui kebijakan dari hulu hingga hilir. Bantuan pangan beras terus disalurkan dalam rangka menjaga akses pangan masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan,” pungkas Febrio. (jpc/c1/nca)