Lobi-Lobi Penyelenggara Pemilu Dinilai Sebagai Pelanggaran Kode Etik Berat

LOBI-LOBI KENA SANKSI: Mantan Ketua DKPP Profesor Muhammad menilai lobi-lobi yang dilakukan penyelenggara pemilu dapat dikenakan sanksi jika terbukti melanggar kode etik.-FOTO ANTARA -

PALU - Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Profesor Muhammad menyatakan bahwa lobi-lobi yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dapat dianggap sebagai pelanggaran kode etik yang berat. 

Hal ini disampaikan menyusul pengaduan terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah Christian Adiputra Oruwo, yang diduga melakukan lobi terkait laporan yang diajukan ke DKPP.

“DKPP akan menilai berdasarkan fakta persidangan. Jika ada bukti yang sah, pelanggaran etik berat bisa dikenakan,” ujar Muhammad saat dihubungi di Palu, Rabu (13/11/2024). Menurutnya, jika pengadu dapat membuktikan adanya lobi-lobi tersebut, maka penyelenggara Pemilu dapat dijatuhi sanksi karena telah melanggar asas kejujuran, yang merupakan prinsip dasar dalam kode etik Pemilu.

Muhammad juga menegaskan bahwa tindakan tersebut bisa masuk dalam kategori penyalahgunaan kekuasaan dan relasi yang tidak seimbang, yang bertentangan dengan prinsip integritas dalam penyelenggaraan Pemilu.

Pernyataan ini merujuk pada laporan yang diajukan oleh Rofiqoh Is Machmoed, yang melibatkan Christian dalam perkara dugaan pelanggaran etik. Dalam sidang yang digelar di Kantor Bawaslu Sulawesi Tengah pada 29 Oktober 2024, terungkap bahwa Christian diduga telah memanfaatkan kekuasaannya untuk melobi pengadu agar mencabut laporannya di DKPP.

Muhammad, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Bawaslu RI, menegaskan bahwa DKPP tidak terikat oleh upaya pencabutan laporan. Meskipun pengadu mencabut laporannya, jika DKPP menemukan bukti pelanggaran yang kuat, laporan tersebut tetap akan diproses.

Dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, Pasal 6 ayat (1) mengatur bahwa penyelenggara Pemilu wajib menjaga integritas dan profesionalitas. 

Hal ini tercermin pada prinsip kejujuran dalam penyelenggaraan Pemilu, yang harus dilakukan tanpa adanya kepentingan pribadi atau golongan tertentu.

Sebelumnya, Rofiqoh melaporkan Christian bersama beberapa anggota KPU Kabupaten Poso, termasuk Muh Ridwan Daeng Nusu, Mansur, Roni Matindas, Alfred Sabintoe, dan Dewi Yul Nawawi. Menurut Rofiqoh, pada beberapa bulan lalu, dia menerima informasi dari Partai Demokrat Sulawesi Tengah bahwa Christian ingin bertemu dengan dirinya untuk membahas laporan tersebut.

“Pada awalnya, saya setuju untuk bertemu, tetapi saya minta didampingi oleh penasihat hukum. Namun, pertemuan itu tidak pernah terjadi. Beberapa waktu kemudian, saya menerima pesan dari Zarkasi yang mengatasnamakan Christian, yang meminta agar saya mencabut laporan saya,” ungkap Rofiqoh.

Christian sendiri membenarkan adanya pesan tersebut dan mengakui bahwa ia meminta bantuan untuk mencabut laporan terkait dugaan pelanggaran di KPU Poso. 

Pesan tersebut, menurutnya, disampaikan setelah adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menolak gugatan terkait penggantian calon terpilih.

Kuasa hukum Rofiqoh menilai bahwa pesan tersebut jelas berhubungan dengan laporan ke DKPP, bukan dengan sengketa tata usaha negara, sehingga upaya lobi tersebut dinilai sebagai bagian dari pelanggaran etik. (ant/c1/abd)

 

Tag
Share