Pembatasan Pers dalam Debat Kandidat Pilkada Pesisir Barat Tuai Kontroversi
TUAI SOROTAN: Kebijakan KPU Pesisir Barat yang membatasi akses pers dalam debat kandidat Pilkada 2024 mendapat sorotan.-FOTO RLMG -
PESISIR BARAT – Debat kandidat Pilkada 2024 di Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) menuai kontroversi terkait pembatasan akses bagi wartawan.
Kebijakan yang diterapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pesbar ini membatasi jumlah jurnalis yang diizinkan meliput acara, sehingga dinilai mengganggu prinsip transparansi dan akses masyarakat terhadap informasi.
Debat kandidat tersebut diadakan di gedung DPRD Pesisir Barat, yang memiliki ruang yang memadai untuk menampung lebih banyak peserta, termasuk jurnalis.
Namun, hanya sejumlah kecil wartawan yang diizinkan masuk ke dalam, sementara yang lain terpaksa mengikuti dari luar gedung.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Pesisir Barat, Novan Erson, menyampaikan keprihatinannya atas situasi ini.
“Debat kandidat merupakan momen penting bagi masyarakat untuk memahami visi, misi, dan program calon pemimpin mereka. Pembatasan ini mencederai kebebasan pers, yang merupakan pilar demokrasi,” ujarnya.
Novan menambahkan bahwa tindakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kebebasan pers, serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang mendorong akses informasi transparan bagi pemilih.
“Jika pembatasan ini tidak diperbaiki, bukan tak mungkin KPU akan menghadapi protes dari masyarakat dan kalangan media yang memperjuangkan hak publik atas informasi,” tegasnya.
Debat calon kepala daerah memang dirancang untuk memberikan akses informasi yang adil bagi publik.
Namun, pada debat perdana yang berlangsung Sabtu, 2 November 2024, banyak jurnalis kecewa karena pembatasan ini dianggap menghambat transparansi dan mengurangi kualitas peliputan.
Menanggapi kontroversi ini, Ketua KPU Pesisir Barat, Marlini, memberikan keterangan bahwa pembatasan tersebut dilakukan untuk menjaga kelancaran acara.
“Ke depan, kami akan mempertimbangkan pengaturan yang lebih baik,” ujarnya singkat.
Situasi ini mendapat kritik dari komunitas pers yang khawatir akses terbatas akan melemahkan pengawasan terhadap proses demokrasi.
Banyak pihak berharap agar KPU dapat mengevaluasi kebijakan ini demi menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan Pilkada. (yan/rlmg/c1/abd)