Konsumsi Rokok Miliki Dampak Signifikan Terhadap Garis Kemiskinan
B Universe Photo/Joanito De Saojoao Ilustrasi Rokok --
JAKARTA - Penundaan kenaikan tarif cukai rokok yang seharusnya diberlakukan pada 2025 dinilai sebagai langkah mundur pemerintah dalam upaya melindungi kesehatan masyarakat.
Terutama setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang menitikberatkan pada pengendalian zat adiktif.
Pandangan ini diungkapkan oleh Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) dalam pernyataan bersama, pada Jumat (27/9).
Menurutnya, keputusan untuk tidak menaikkan tarif cukai rokok bisa menghambat berbagai upaya pengendalian konsumsi rokok yang sudah direncanakan, serta berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan keuangan negara.
BACA JUGA:Mitsubishi Luncurkan All-New Triton di GIIAS 2024, Siap Libas Segala Medan
Koordinator Riset PKJS-UI, Risky Kusuma Hartono mengatakan, kenaikan tarif cukai rokok merupakan instrumen yang sangat efektif untuk menekan angka konsumsi rokok, yang merupakan faktor utama penyebab berbagai penyakit tidak menular, seperti kanker, gangguan jantung, dan masalah pernapasan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan, menaikkan harga rokok melalui kebijakan cukai adalah salah satu strategi yang paling efektif dalam menekan konsumsi rokok.
"Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia. Tanpa kebijakan tegas, jumlah ini akan semakin meningkat," ungkap Risky.
Risky menambahkan, harga rokok yang rendah turut berperan sebagai faktor utama yang membuat perokok, terutama anak-anak, mudah kembali merokok (relaps) setelah sempat berhenti.
BACA JUGA:Tips Merawat Jeruk Nagami agar Berbuah Lebat
Selain itu, rokok masih mudah diakses oleh kelompok prasejahtera, yang menyebabkan mereka kesulitan untuk keluar dari kecanduan.
Hasil studi PKJS-UI menunjukkan, setiap kenaikan 1 persen dalam pengeluaran rokok meningkatkan risiko jatuh ke dalam kemiskinan sebesar 6 poin persentase pada rumah tangga.
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi rokok memiliki dampak yang signifikan terhadap garis kemiskinan.
Selain berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan konsumsi rokok, kenaikan tarif cukai juga dapat meningkatkan pendapatan negara yang bisa dialokasikan untuk mendukung program kesehatan, pendidikan, serta perlindungan sosial.