Unila Dukung Percepatan Hilirisasi Agroindustri
FOTO BERSAMA: Universitas Lampung melalui Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) menyelenggarakan Seminar Nasional Agroindustri Berkelanjutan di ballroom Hotel Emersia, Bandarlampung.--FOTO ANGGI RHAISA
Menuju Net Zero Emission 2050
BANDARLAMPUNG - Universitas Lampung (Unila) melalui Jurusan Teknologi Hasil Pertanian (THP) menyelenggarakan Seminar Nasional Agroindustri Berkelanjutan. Kegiatan ini bertajuk Percepatan Hilirisasi Agroindustri Menuju Net Zero Emission 2050.
Seminar berlangsung selama dua hari di ballroom Hotel Emersia, Bandarlampung, Kamis–Jumat (26-27/9). Seminar dibuka Wakil Rektor III Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan TIK Unila Dr. Anna Gustina Zainal, S.Sos., M.Si. Hadir dalam seminar Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Ir. Putu Juli Ardika, M.A. Seminar ini merupakan rangkaian kegiatan Dies Natalis Ke-59 Unila.
Prof. Udin Hasanuddin, M.T. selaku ketua panitia sekaligus salah satu pemateri menyatakan seminar ini merupakan kerja sama Unila dengan Politeknik Negeri Lampung (Polinela) dan Institut Teknologi Sumatera (Itera). ’’Peserta seminar berasal dari berbagai kampus di Indonesia, di antaranya UGM, Universitas Brawijaya, Unpad, Binus, BRIN, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Palangkaraya, Itera, Unila, Polinela, dan IPB. Total pembicara seminar 66 orang, non-pembicara 44 orang, dan on spot 20-30 orang,’’ katanya.
Seminar ini, kata Prof. Udin, sebagai media saling tukar informasi antar-peneliti agroindustri dengan pelaku usaha untuk berkolaborasi bersama. "Kolaborasi penting. Karena fasilitas di Unila barang kali tidak lengkap. Di Polinela atau IPB ada. Dengan kolaborasi, kita bisa menghasilkan sesuatu ke depan yang harus kita budayakan sehingga tercapai percepatan hilirisasi agroindustri menuju Net Zero Emission 2050. Jadi kolaborasi bukan hanya dengan tingkat universitas atau lembaga riset, tapi juga kolaborasi dengan industri," jelasnya.
Misalnya, kata Prof. Udin, solusi bersama penurunan emisi gas rumah kaca dengan melakukan percepatan hilirisasi dan akhirnya mendapatkan nilai tambah. "Karena kita sudah berkomitmen menurunkan emisi gas rumah kaca tersebut, mencari solusi bersama untuk menghasilkan nilai tambah untuk memajukan agroindustri berkelanjutan," jelas Prof. Udin yang juga ketua Magister Teknologi Industri Pertanian (MTIP) Unila.
Karena itu, Prof. Udin berharap dengan seminar ini dapat saling tukar informasi, saling menyempurnakan, dan kolaborasi bersama antara peneliti dengan pelaku usaha agroindustri.
Pemateri dari UGM, Dr. Ir Purwadi, mengapreasiasi kegiatan ini sebagai sebagai wadah saling tukar informasi dan kolaborasi bersama mewujudkan agroindustri berkelanjutan. ’’Terutama memberikan diskusi bersama untuk percepatan hilirisasi agroindustri menuju Net Zero Emission 2050,’’ katanya.
Di sesi wawancara, Purwadi juga menyampaikan terkait percepatan hilirisasi agroindustri akan terwujud apalagi sistem berjalan dengan baik antara perguruan tinggi, pemerintah, dan dunia usaha. "Di level mahasiswa pun bisa dimulai dari bukan hanya keingintahuan mahasiswa. Tapi, pahami apa yang saudara dapatkan di kampus. Sehingga penemuan fenomena yang ada di masyarakat akan bisa digali kembali," jelasnya.
Pemateri lainnya sekaligus CEO Agro Investama, Petrus Tjandra, menyampaikan kondisi sawit di Indonesia. Ia menyampaikan bahwa produksi sawit 51,627 juta ton produksi per tahun. Petrus mengajak peneliti berkolaborasi dengan pelaku usaha, terutama perusahaan industri sawit, untuk melakukan penelitian perkebunan sawit yang ramah lingkungan.
Sementara Prof. Dr. Ing. Suprihatin, pemateri dari IPB, membahas mengenai peran agroindustri dalam pencapaian Net Zero Emission 2050. Prof. Suprihatin mengatakan, agroindustri berkelanjutan erat kaitannya dengan dengan lima hal. Di antaranya material, uang, mesin, dan metode dikembangkan dalam research (penelitian) yang menguntungkan tapi ramah lingkungan. ’’Berfikir secara sistem dan perancangan terkait agroindustri berkelanjutan tentunya dimulai dengan percepatan hilirisasi agroindustri yang nantinya menuju Net Zero Emission 2050," ungkapnya. (*)