Melihat Budidaya Kakao di Kampung Coklat: Pakai Pupuk Organik, Sinar Matahari Secukupnya

TANAMAN TROPIS: Redhitya Wempi Ansori menunjukkan buah kakao. Butuh ketelatenan dan rajin memantau agar tanamannya itu tumbuh dengan baik. -Foto Eko Hendri Saiful/Jawa Pos -

BERAWAL dari lahan yang ukurannya hanya sepetak, saat ini Kampung Coklat yang berada di Blitar, Jawa Timur (Jatim) menjadi kawasan wisata edukasi yang ramai dikunjungi. Warga bisa belajar proses penanaman kakao mulai pembibitan, perawatan, hingga memanen buahnya.

Pohon kakao menyambut di pintu masuk wisata selalu memantik rasa penasaran. Banyak pengunjung yang bertanya-tanya. Mungkinkah bila tanaman itu ditanam di pekarangan rumah dan diolah buahnya secara mandiri? ’’Sebenarnya, siapa pun bisa menanam kakao. Asalkan telaten saja,’’ kata tim penjaminan mutu Kampung Coklat Redhitya Wempi Ansori menjawab pertanyaan Jawa Pos. 

Adit- sapaan akrab Redhitya- menyebut kakao memang tidak seperti pisang atau pepaya yang cepat berbuah. Setidaknya perlu waktu lebih dari dua tahun untuk bisa mencicipi cokelat yang diproduksi dari kakao.

Adit menjelaskan jumlah kakao di Kampung Coklat dahulu tidak sebanyak saat ini. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Kakao sebelumnya hanya ditanam di lahan sepetak yang ukurannya kecil. Seiring berjalannya waktu, jumlah tanamannya terus diperbanyak. Pengelola wisata meminjam tanah sebagian warga. Mereka memperbanyak penanaman kakao untuk menggenjot produksi cokelat.

BACA JUGA:Bugenvil Multiwarna, Si Cantik yang Senang dengan Sinar Matahari

”Sekarang jumlahnya di atas seribu. Luas tanahnya di atas 2 hektare,’’ kata Adit. Keberadaan kebun kakao menjadi magnet para pengunjung untuk datang. Selain bisa berjalan-jalan di kebun, sebagian masyarakat juga penasaran dengan proses penanaman kakao dan pengolahan buah cokelat.

Bila ada pengunjung yang ingin belajar, mereka akan digiring ke pusat edukasi penanaman kakao. Di lokasi tersebut, masyarakat bebas bertanya soal kakao. Mereka juga bisa belajar menanam secara langsung. Adit mengatakan kakao pada dasarnya cocok ditanam di daerah tropis. Lahannya tidak terlalu panas atau dingin. Yang penting, ada sinar matahari yang bisa membantu pertumbuhan.

Penanaman kakao di Kampung Coklat diawali sejak masih biji. Yakni, memakai poly-bag. Biji tersebut dimasukkan ke dalam poly-bag yang sudah ada tanah dan pupuknya. Perbandingan antara pupuk dan tanah satu banding satu. 

’’Tidak boleh ada kelebihan pupuk atau tanah,’’ kata Adit. Ia mengatakan akan muncul tunas jika usianya sudah dua minggu. Perawatan terus dilakukan. ’’Terutama penyiraman rutin,’’ tambah Adit. Bila ukuran tunas sudah mencapai 30 sentimeter, kemudian bisa dipindahkan ke media tanam lainnya. 

Tunas bisa dipindahkan ke kebun yang areanya lebih luas. Tujuannya, agar tanaman bisa lebih berkembang besar. ”Kuncinya harus telaten dan rajin memantau,’’ kata Adit. Dia mengatakan keberadaan tunas harus rutin dipantau untuk memastikan kondisinya. Jangan sampai tunas layu dan mati.

BACA JUGA:Tips Pelihara Arwana Super Red: Grooming, Nutrisi hingga Kualitas Air Jadi Kunci

Kemudian, bagaimana pemupukannya? Adit mengatakan selama ini Kampung Coklat lebih banyak memanfaatkan pupuk organik. Selain itu, juga ada kompos. Pupuk kompos digunakan untuk menghemat biaya penanaman.

Menurut Adit, tanaman kakao salah satu jenis tanaman yang tidak kuat terhadap panasnya sinar matahari. Hal itu harus menjadi pertimbangan bagi petani kakao. Sinar matahari tetap diperlukan. Namun, hanya secukupnya.

Solusinya, petani bisa memanfaatkan paranet untuk menutupi tanaman. Hal itu bisa melindungi tanaman tersebut dari panasnya sengatan sinar matahari. Keberadaan sinar matahari yang mengenai tanaman juga akan memengaruhi cepat atau lamanya berbuah. Jadi harus diatur,’’ kata Adit. Memang perlu kesabaran menunggu kakao berbuah. Agar muncul buahnya, umur tanaman bisa di atas tiga tahun. Pada usia tersebut, buah kakao akan benar-benar bisa dipanen. (jpc/nca)

Tag
Share