Riset Google Ungkap 62 Persen Lansia Indonesia Sudah Bisa Deteksi Hoaks
Isya Hanum dari Google Indonesia di peluncuran riset Tular Nalar. --FOTO ISTIMEWA
BANDARLAMPUNG - Lansia merupakan salah satu kelompok rentan terpapar hoaks di era digital seperti sekarang ini.
Terlebih di saat momen pemilu, kontestasi dan suhu perpolitikan yang panas membuat masing-masing pendukung kerap melakukan segala cara untuk mendukung pasangan calonnya. Termasuk membuat hoaks.
Seringkali lansia dianggap rendah literasi digital, namun riset tahun ini dari Tular Nalar ini menunjukkan sebaliknya dengan temuan baru. Isya Hanum dari Google Indonesia di peluncuran riset Tular Nalar menyebut, hoaks paling sering ditemukan adalah mendiskreditkan lawan politik, klaim pencapaian, janji politik yang tidak realistis, dan misinformasi mengenai hasil Pemilu.
"Meski demikian, lansia tidak tinggal diam. Sebanyak 91% berinisiatif membandingkan informasi dari beberapa sumber, 84% mencari rujukan untuk verifikasi, 79% memperingatkan orang lain, dan 57% melaporkan hoaks yang mereka temui. Mereka sering mengandalkan Google sebagai platform untuk menemukan data pendukung dan bukti kebenaran informasi," kata Hanum.
Selain itu, sebanyak 81% responden menganggap televisi sebagai sumber informasi pemilu kredibel, sementara 79% mempercayai situs berita.
Dari sisi identifikasi hoaks, meskipun responden belum pernah mendapatkan pelatihan tentang hoaks, 62% mengaku menemukan hoaks terkait Pemilu dan mampu meresponnya sedangkan 25% kesulitan dalam mengidentifikasi hoaks, bahkan 17% tidak yakin apakah mereka pernah menemukannya.
Lansia perempuan (79%) dikatakan lebih percaya diri dalam mengenali serta menangani hoaks dibandingkan lansia laki-laki (56%).
“Google aktif memastikan platform kami tidak digunakan untuk menyebarkan misinformasi, serta membantu pemilih membuat keputusan tepat berdasarkan informasi yang benar," lanjut Hanum.
Pada 2023, Google.org, organisasi filantropi Google sendiri memberikan $2,5 juta kepada MAFINDO untuk memperluas program Tular Nalar meningkatkan literasi digital dan kemampuan berpikir kritis di kalangan pemuda, lansia, dan pendidik Indonesia.
"Melalui penelitian ini, kami berharap dapat membuat lansia menjadi pengguna internet yang lebih cerdas dan teliti," tandas Hanum.
Program Tular Nalar menargetkan mengedukasi 1,6 juta masyarakat lewat 500 pelatihan Akademi Digital Lansia dan Sekolah Kebangsaan di 38 provinsi.
Dalam kesempatan yang sama, Santi Indra Astuti, Program Manager Tular Nalar menyebut, lada dasarnya, lansia memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tetapi kurang kesadaran untuk berhati-hati terhadap hal buruk yang bisa terjadi.
"Peserta lansia yang telah mengikuti rangkaian kegiatan kami mengungkap bahwa edukasi literasi digital sangat bermanfaat dalam mengenali ciri-ciri dan memperluas wawasan agar terhindar dari hoaks atau bahkan penipuan di platform digital,” ucap Santi.
Untuk ke depannya, pihaknya ingin penelitian ini menjadi referensi bagi pembuat kebijakan dan masyarakat luas untuk menciptakan pemilihan umum yang lebih adil, berkualitas dan inklusif di Indonesia,” tambah Santi.