Razia Truk ODOL Dinilai Tak Efektif Selesaikan Masalah

RAZIA TRUK ODOL: PT Jasa Marga (Persero) melalui Jasamarga Metropolitan Tollroad (JMT) sebagai pengelola Jalan Tol Cipularang kembali menggelar truk ODOL di Jalan Tol Cipularang. --FOTO DOK. JASA MARGA

BANDARLAMPUNG - Truk-truk over dimension overload (ODOL) sangat membahayakan pengendara sendiri maupun orang lain. Ya, truk ODOL bisa mengakibatkan  lakalantas karena rem blong, gagal menanjak, blind spot, dan mudah terguling.
 
Dalam mengantisipasi hal ini, pihak kepolisian melalui Satlantas dan Dinas Perhubungan selalu melakukan razia truk-truk ODOL. Efektifkah razia ini untuk menyelesaikan masalah truk-truk ODOL?
 
Pakar transportasi dari Institut Transportasi dan Logistik Trisakti, Suripno, menilai masalah truk-truk ODOL ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum semata.
 
''Kebijakan penegakan hukum dengan merazia truk-truk ODOL ini sudah ada dari dulu, sejak saya bekerja di Kemenhub pada 1979. Hasilnya tidak efektif. Sekarang diulang lagi, hasilnya pasti sama tidak akan efektif,” ujar Suripno. 
 
Menurut Suripno, truk ODOL adalah masalah mendasar. Suripno mengibaratkan razia yang dilakukan terhadap truk-truk ODOL ini dengan orang yang berpenyakit kanker diberikan obat demam.
 
"Berarti kan yang harus diobati adalah penyakitnya. Pertanyaannya, sudahkah diselidiki penyakitnya? Begitu juga dengan masalah ODOL ini, tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum," tukas mantan direktur Keselamatan Transportasi Kemenhub ini.
 
Suripno menilai, razia yang selama ini dilakukan terhadap truk-truk ODOL sejak dulu tidak memecahkan masalah. Menurutnya, akar masalah sejak dulu adalah sistemnya tidak efisien. "Masing-masing pemangku kepentingan itu jalan sendiri," ucapnya.
 
Suripno mengatakan, untuk menyelesaikan masalah ODOL ini tidak bisa dilakukan secara instan seperti langsung melakukan penegakan hukum. "Tidak bisa ujug-ujug truknya harus dipotong seperti yang pernah dilakukan sebelumnya dan sekarang ini. Padahal dari segi peraturannya saja, tindakan memotong truk itu sudah salah," jelasnya.
 
Kata Suripno, ada aturan modifikasi. Modifikasi tetap harus dilakukan uji tipe dan tidak bisa langsung dipakai.
 
"Jadi diuji lagi, bisa lulus nggak? Kalau tidak diuji, dia terkena pelanggaran uji tipe yang sanksinya itu Rp24 juta atau hukuman 24 bulan penjara. Artinya, sanksinya kan lebih berat, tapi nggak disadari sama orang-orang Kemenhub hal seperti ini," ungkap Suripno.
 
Suripno mengutarakan penyelesaian masalah ODOL ini harus dilihat secara komprehensif karena tidak hanya terkait dengan masalah keselamatan. Menurutnya, penyelesaian masalah ODOL ini juga terkait dengan dampaknya terhadap perekonomian.
 
"Coba sekarang disimulasikan, seandainya bisa dicapai nol pelanggaran dengan penegakan hukum. Tapi, perekonomian kita akan hancur kalau dilakukan dadakan seperti itu," ucapnya.
 
Suripno melanjutkan, harga-harga pasti akan naik sangat tinggi dan masyarakat yang akan menderita. "Pertanyaannya, Kemenhub dan Kapolri mau tanggung jawab nggak? Pasti nggak berani kan? Nah, mereka tidak paham dengan hal-hal seperti ini," ujarnya.
 
Suripno menyarankan agar pemerintah membuat cetak biru transportasi dalam penyelesaian masalah ODOL ini. ''Di mana, langkah yang harus dilakukan terlebih dulu adalah membuat sketsa dari penyelesaian ODOL yang akan dilakukan supaya efisien," katanya.
 
Setelah efisien, kata Suripno, yang dilakukan itu juga harus rasional dengan upaya pencegahan. Menurutnya, rencana umum nasional keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sudah ada. Yang belum ada itu upaya pencegahan.
 
"Dua hal ini bisa masuk ke dalam rencana umum pencegahan dan penindakan ODOL. Rencana yang sudah jadi ditambah pencegahan, jadilah rencana umum pencegahan dan penindakan ODOL. Itu juga kalau mau mikir," tukasnya.
 
Diketahui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub mengumumkan akan melakukan razia terhadap truk-truk ODOL mulai 19-25 Agustus. Pengawasan dan penegakan hukum terhadap truk-truk ODOL ini akan dilakukan serentak di seluruh Indonesia.
 
Penindakan bakal dilakukan kepada angkutan barang yang melanggar operasional, administratif, maupun teknis. Pelanggaran seperti ini dikatakan menjadi penyebab awal kecelakaan lalu lintas di jalan sehingga perlu dibasmi.
 
"Pada 2023 hingga saat ini pelaksanaan pengawasan dan penegakkan hukum dilaksanakan secara berkelanjutan di seluruh Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB). Harapannya, dengan ada kegiatan pengawasan dan gakkum serentak ini akan lebih menertibkan operator barang, pemilik barang, serta pengemudi," kata Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub, Risyapudin Nursin. (jpc)

Tag
Share