RAHMAT MIRZANI

Asosiasi Layangkan Surat Penolakan ke Menkes dan DPR

JAKARTA  - Sekretariat dan Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran melayangkan surat resmi atas penolakan terhadap isi aturan produk tembakau dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan kepada Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Komisi I DPR RI. Surat penolakan ini dilayangkan karena aturan tersebut dinilai berisi banyak larangan bagi produk tembakau, termasuk melarang total iklan produk tembakau, sehingga dapat berdampak negatif bagi keberlangsungan mata pencaharian pekerja industri kreatif nasional.

"Larangan total iklan produk tembakau di berbagai media akan menghambat keberlangsungan industri periklanan dan media kreatif," terang para pelaku industri melalui surat yang ditandatangani Fabius Bernadi dari Asosiasi Perusahaan Media Luar griya Indonesia (AMLI) dan Dede Imam dari Ikatan Rumah Produksi Iklan Indonesia (IRPII).

Ada tiga poin penting mengenai aturan produk tembakau dalam RPP Kesehatan yang menjadi sorotan industri kreatif. Pertama, iklan televisi (TV) yang jam tayangnya semakin sempit dari semula jam 21.30–05.00 menjadi 23.00 – 03.00.

Kedua, larangan total semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang serta larangan total kegiatan kreatif, termasuk untuk musik terlepas dari pembatasan umur penonton yang hadir. Ketiga, larangan peliputan tanggung jawab sosial (CSR).

Melihat berbagai restriksi tersebut, keberlangsungan dari industri periklanan dan media kreatif beserta para kerjanya dapat terancam. Padahal, berdasarkan data TV Audience Measurement Nielsen, iklan dari produk tembakau bernilai lebih dari Rp9 triliun dan termasuk dalam 10 besar kontributor belanja iklan media di Indonesia.

"Sementara, kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20 persen dari total pendapatan dari media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun," tulis asosiasi di suratnya.

Di media luar ruang, iklan produk tembakau berkontribusi sebesar 50 persen dari pendapatan penyelenggara media luar ruang dan hampir setengah dari total jumlah Penyelanggara Media Luar Griya akan kehilangan pendapatan tersebut.

"Sebanyak 22 persen anggota bahkan diyakini akan kehilangan pendapatan hampir mencapai 75 persen,” tegas suara asosiasi di surat itu.

"Multisektor di industri ini juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja. Sementara dengan regulasi yang berlaku saat ini, data menunjukkan bahwa kontribusi industri iklan produk tembakau telah menunjukkan penurunan 9-10 persen," terangnya.

Sedangkan, industri periklanan dan media sendiri menyerap jumlah tenaga kerja yang besar, yakni lebih dari 725 ribu tenaga kerja secara langsung.

Oleh karena itu, di surat resmi tersebut Asosiasi Bidang Jasa Periklanan, Media Penerbitan, dan Penyiaran menegaskan kepada Menkes dan DPR bahwa rencana pelarangan total iklan produk tembakau akan secara langsung mengurangi pendapatan industri kreatif, hiburan, periklanan, serta media-media yang menggantungkan pemasukannya dari penerimaan iklan dan promosi seperti TV, digital, dan media luar ruang. Selain itu, asosiasi tersebut juga menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan dan partisipasi publik bernama terkait RPP Kesehatan. 

"Hal ini sangat kami sayangkan karena pemahaman industri periklanan dan media kreatif menjadi sangat terbatas terkait rencana penerapan peraturan tersebut. Terlebih RPP kesehatan disusun dengan metode omnibus dimana poin-poin pelarangan total juga dibahas bersamaan dengan berbagai lain yang tidak berhubungan dengan usaha kami," sesalnya.

Padahal, sebagaimana telah ditegaskan dalam enam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa produk tembakau adalah komoditas legal dan berhak dikomunikasikan dengan target konsumen dewasa. (jpc/c1/abd) 

 

Tag
Share