RAHMAT MIRZANI

PMI Manufaktur RI Anjlok ke Zona Kontraksi

INVESTIGASI: Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bakal melakukan investigasi untuk memastikan penyebab dari permasalahan bisnis manufaktur dalam negeri.-FOTO NURUL FITRIANA/JAWAPOS.COM -

JAKARTA - Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia tercatat anjlok ke zona kontraksi sebesar 49,3 dari sebelumnya 50,7. Angka tersebut sebagaimana telah dirilis oleh lembaga pemeringkat dunia, Standard & Poor’s Global Ratings atau S&P Global.

Merespons hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan akan melakukan investigasi untuk memastikan penyebab dari permasalahan bisnis manufaktur dalam negeri. Adapun terkait lesunya manufaktur RI, Menkeu memprediksi disebabkan dari sisi permintaan atau demand yang menurun di dalam negeri.

“Kita akan melakukan investigasi sisi demand side untuk domestik,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Kantor LPS, Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2024.

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan jika manufaktur ini mengalami kontraksi disebabkan oleh permintaan dalam negeri, maka akan ditelaah lebih dalam. Salah satunya, untuk memastikan apakah penurunan permintaan ini musiman atau karena adanya kompetisi dengan barang-barang impor.

BACA JUGA:Baru 12 Persen Pelaku UMKM Adopsi Teknologi Digital

Sementara itu, dari sisi penjualan luar negeri, Sri Mulyani mengatakan, penyebabnya adalah kondisi ekonomi global yang memang tengah menurun. “Eskpor (menurun), terutama untuk negara-negara yang memang ekonominya mulai menunjukkan kecenderungan melemah, seperti dari Amerika, RRT,” lanjutnya.

Meski begitu, Menkeu menyampaikan bahwa ekspor RI masih memiliki harapan terhadap India. Namun, ekspor yang masih berlangsung ke negara tersebut bukan barang yang mendukung kenaikan PMI.

Menurutnya, penghitungan PMI cenderung melibatkan industri seperti tekstil dan alas kaki. Sedangkan industri seperti hilirisasi hingga minyak kelapa sawait (CPO) tidak termasuk dalam penghitungan itu.

“Masih ada harapan terhadap India dari barang bukan manufaktur. Manufaktur itu diukur dari barang seperti tekstil alas kaki, sehingga tidak mencerminkan banyak manufaktur di Indonesia. Misalnya, hilirisasi dan minyak kelapa sawit (CPO) masih belum terhitung,” ujar Menkeu.

BACA JUGA:Cuaca Panas di Mesuji, Produksi Getah Karet Menurun

Atas hal itu, Menkeu memastikan akan mengambil langkah korektif untuk kembali mendongkrak PMI Manufaktur RI. Dari sisi fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan mendorong sektor manufaktur menjadi salah satu prioritas guna meningkatkan daya tahan eksternal, misalnya dengan memberikan insentif perpajakan.

Dia juga akan memperkuat sinergi lintas kementerian/lembaga, seperti Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) untuk mengatur regulasi, Bank Indonesia (BI) untuk insentif likuiditas, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong dari sisi sektor keuangan.

“Meski PMI mengalami koreksi di bawah 50, kami waspadai dan lihat datanya. Kemudian, kami akan merumuskan kebijakan supaya masa kontraksi tidak lama,’” pungkasnya. (jpc)

 

Tag
Share