RAHMAT MIRZANI

Hilirisasi Nikel, Indonesia Untung 33,5 Miliar Dollar

Ilustrasi potret kegiatan tambang di Indonesia.-FOTO DOK. JAWA POS -

JAKARTA - Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyebut, kebijakan pengolahan produk mentah menjadi bernilai tambah (hilirisasi) pada sektor nikel memberikan dampak pada peningkatan ekonomi hingga 10 kali lipat. 

Bahlil menjelaskan, peningkatan ekonomi itu busa dilihat melalui keuntungan ekspor produk turunan nikel yang pada 2017 senilai USD 3,3 miliar kini meningkat berkali-kali lipat menjadi USD 33,5 miliar pada tahun 2023.

"Tahun 2017-2018 ekspor nikel kita itu hanya USD 3,3 miliar. Begitu kita setop, kemudian kita bangun industri, kita bangun hilirisasi. Ekspor kita sekarang pada tahun 2023 sudah mencapai USD 33,5 miliar, artinya 10 kali lipat naiknya," kata Menteri Bahlil, dikutip dari Antara.

Menteri Bahlil menjelaskan, dari pengolahan bijih nikel (nickel ore) kemudian diolah menjadi nikel sulfat memiliki nilai jual 11,4 kali lipat lebih tinggi.

Lalu katoda memiliki nilai jual 37,5 kali lipat lebih tinggi dari bijih nikel. Lalu, pengolahan bijih nikel menjadi sel baterai memiliki nilai jual lebih mahal 67,7 kali lipat.

Dari program hilirisasi nikel juga membuat Indonesia menjadi salah satu produsen baja antikarat (stainless steel) terbesar di dunia.

Serta menjadi negara potensial dalam pengembangan investasi energi terbarukan, khususnya baterai kendaraan listrik.

"Bahan baku daripada mobil listrik itu adalah mangan, cobalt, lithium, dan nikel. Nikel di Indonesia Itu cadangannya 25 persen dari total nikel di seluruh dunia," kata Bahlil.

Kementerian Investasi mencatat realisasi investasi di sektor hilirisasi sejak Januari hingga Juni (semester I) 2024 mencapai Rp181,4 triliun.

Angka ini naik sebesar 21,9 persen secara tahunan (year on year).

Adapun rinciannya, investasi di sektor nikel sebesar Rp 80,9 triliun, tembaga Rp 28 triliun, bauksit Rp 5,1 triliun, dan timah Rp 0,1 triliun.

Selanjutnya di sektor kehutanan Rp 24,5 triliun, pertanian Rp 23,6 triliun, petrokimia Rp 13,2 triliun, serta baterai kendaraan listrik Rp 6 triliun.(jpc/nca)

Tag
Share