1.047 Mahasiswa Jadi Korban
JAKARTA - Bareskrim kembali membongkar kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Kali ini, modusnya adalah program magang kerja ke Jerman yang menyasar mahasiswa. Sebanyak 1.047 mahasiswa menjadi korban dari tiga agen tenaga kerja. Peran universitas dalam TPPO tersebut didalami.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, kasus tersebut diketahui dari laporan empat mahasiswa ke Kedubes RI di Jerman. ”Program ini dilakukan agen tenaga kerja yang bekerja sama dengan universitas,” paparnya.
Saat didalami, diketahui agen itu melakukan memorandum of understanding (MoU) dengan sejumlah universitas di Indonesia. ”Program magang ini berjalan tiga bulan dari Oktober 2023 hingga Desember 2023,” urainya.
BACA JUGA:”Administrasi Perpajakan Keluarga dalam Penerapan NIK sebagai NPWP”
Dalam merekrut mahasiswa atau korban, terdapat sejumlah janji. Selain mendapatkan gaji besar di Jerman, program magang itu bisa dikonversikan menjadi 20 SKS untuk membantu proses kuliah. Bahkan, disebutkan bahwa program itu masuk program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). ”Saat ditelusuri, dipastikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa ferienjob (magang kerja di Jerman, Red) bukan program MBKM,” ujarnya.
Untuk bisa mengikuti program magang kerja, mahasiswa harus membayar biaya pendaftaran Rp150 ribu (selengkapnya lihat grafis). Dia mengatakan, penyidik sudah menetapkan lima tersangka. Yakni, SS, AJ, MZ, ER, dan AE. ”ER dan AE diketahui berada di Jerman,” ujarnya. Dia mengatakan, penyidik juga mendalami peran kampus. Ada 33 kampus yang menjalankan ferienjob ke Jerman.
BACA JUGA:Pembayaran THR Tidak Boleh Dicicil
Dihubungi terpisah, Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek) Kemendikbudristek Abdul Haris mengungkapkan, ferienjob tidak pernah menjadi bagian dari MBKM. Bahkan, sejak Oktober 2023, Ditjen Diktiristek mengambil langkah soal isu ferienjob itu dengan mengeluarkan surat edaran nomor 1032/E.E2/DT.00.05/2023 yang ditujukan kepada seluruh perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta.
”Perguruan tinggi diminta untuk menghentikan keikutsertaan pada program tersebut karena banyak ditemukan pelanggaran terhadap hak-hak mahasiswa,” tegasnya. (jpc/ful)