Jam dinding di kelas menunjukkan pukul 07.00. Jam pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia. Pak Riko masuk sembari menyapa anak-anak.
“Selamat pagi, anak-anak. Hari ini bapak ingin kalian menceritakan hobi kalian yang unik. Yang ingin maju silakan!” ucap Pak Riko. Aku mengangkat tangan lalu Pak Riko menunjukku. Aku pun berjalan dan berdiri di hadapan teman-teman sekelas.
“Hobi unik saya adalah melihat langit, seperti nama saya. Mungkin dulu orang tua saya sengaja memberi nama saya Langit agar saat beranjak dewasa hidup saya dikelilingi oleh sesuatu yang berhubungan dengan langit dan saya memiliki cita-cita setinggi langit. Tiap pagi dan petang saya selalu memandang langit. Biasanya saat sedang melihat langit, ada beberapa pesawat yang melintas. Saya sempat berpikir, apakah kelak saya bisa menerbangkan pesawat itu dan menembus awan-awan indah itu? Saya berusaha sebisanya untuk giat belajar agar bisa mewujudkannya. Saat melihat langit, saya selalu ditemani oleh sahabat saya, Bintang. Sekian saja cerita saya. Terima kasih.”
Ceritaku singkat. Teman-teman sekelas dan juga Pak Riko memberikan tepuk tangan. Aku tersenyum sambil berjalan kembali ke tempat duduk.
BACA JUGA:Panda Kecil
“Mengesankan sekali, ya, cerita Langit. Unik. Jadi, cita-cita kamu ingin menjadi pilot, ya, Langit?” tanya Pak Riko.
“Iya, Pak. Pilot yang sukses,” jawabku bangga.
“Wahh.. keren sekali. Oh, ya, anak-anak, pesan bapak, belajarlah dengan rajin, berusahalah menjadi yang terbaik dan raih cita-citamu, banggakan orang tuamu. Tunjukkan kepada mereka bahwa kamu bisa. Kalian semua harus menjadi orang sukses!” Kami semua mengangguk semangat.
Waktu menunjukkan pukul 16.05. Bel berbunyi empat kali, tanda kegiatan belajar mengajar usai. Ketua kelas memimpin doa lalu anak-anak memberi hormat kepada guru terakhir yang mengajar di kelas.
“Terima kasih, Bu Guru,” ucap anak-anak serempak.
Aku pulang sekolah bersama Bintang, tetapi kami tidak langsung pulang ke rumah. Kami mampir membeli makan di warung Mang Opi.
“Mang, mi rebus dua sama air putih ya!” pesan Bintang. Dengan santai kami duduk sambil mengobrol di warung Mang Opi.
BACA JUGA:Aroma Kopi di Bawah Kaki Pesagi
“Setelah ini mau ke lapangan tidak, Tang? Kita main dulu sebentar. Sekalian kita lihat matahari terbenam,” ajakku.
“Ayo! Tapi, kenapa kamu tuh beberapa tahun terakhir ini suka banget lihat benda-benda di langit, apalagi matahari, Lang? Kamu baik-baik saja kan, Lang?” tanya Bintang khawatir.
“Gak apa-apa, cuma suka saja lihat langit, enak dilihat, indah,” kataku sambil menengok ke atas, melihat langit.
Tak lama pesanan kami datang. Kami menikmati mi masakan Mang Opi. Sore-sore begini memang enak kalau makan mi, apalagi baru saja hujan.
“Sembilan ribu ‘kan, Mang? Ini ya, makasih, Mang!” ucap kami berterima kasih kepada Mang Opi.