Dampak Stockpile Batu Bara Harus Dapat Perhatian Penting

Selasa 09 Jan 2024 - 20:54 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Abdul Karim

Ditanya mengapa hanya PT SME yang diawasi pihaknya, Husna menjawab karena keluhan warga merujuk pada PT SME. ’’Karena yang menjadi keluhan masyarakat itu PT SME, maka kita fokuskan di sana. Kalau yang lainnya tidak, karena mungkin mereka mengikuti perizinan dan lainnya," kata Husna, berbeda dengan pernyataan wali kota sebelumnya.

Soal PT SME, Husna pun menyebut pihaknya tidak bisa menargetkan kapan tempat tersebut kosong. ’’Sesuai jadwal kapal dari Pelindo-nya. Kita gak bisa menargetkan berapa bulan bisa kosong," pungkasnya.

Diketahui, keberadaan stockpile batu bara di wilayah Kecamatan Panjang, Bandarlampung, sudah sangat meresahkan warga sekitar. Terutama yang tinggal di daerah Kelurahan Ketapangkuala, kecamatan setempat.

Salah seorang warga yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa keberadaan stockpile tersebut tidak lagi dapat ditoleransi. Sebab hampir setiap hari, warga dibuat susah karena harus membersihkan debu-debu batu bara yang mengotori rumah. 

’’Wah, sampai masuk dalam rumah Mas. Sudah enggak ngerti lagi saya,” katanya saat ditemui Radar Lampung tidak jauh dari kediamannya, Selasa (2/1). 

Debu-debu tersebut dikatakannya sering melebihi batas ketika mengotori rumah-rumah warga. Di rumahnya sendiri, debu-debu dari tempat penampungan sementara baru bara tak hanya mengotori atap. Tetapi juga dinding, lantai dalam rumah, dan semua benda yang ada di sekitar rumah, termasuk tanaman. 

’’Kalau enggak cepat kita sapu Mas, jalan di lantai itu langsung kelihatan cap kaki yang abis kita lewatin saking tebalnya debu," jelasnya. 

Belum lagi warga sekitar yang terdampak oleh debu sampai mengalami sakit gangguan pernapasan. ’’Kalau sakit udah sering Mas. Anak saya termasuk yang sering ke puskesmas," tuturnya. 

Menurutnya, warga di sekitar termasuk dirinya sudah tidak memiliki keinginan lain selain stockpile segera ditutup. Mereka pun sudah beberapa kali mencoba protes dengan berbagai cara. Mulai mendatangi kantor kelurahan hingga melakukan demonstrasi, tetapi tak juga mendapat hasil yang diharapkan. 

Terkait jika diberikan kompensasi akibat debu yang ditimbulkan oleh keberadaan stockpile itu, warga ini mengaku akan menolaknya. ’’Enggak peduli soal kompensasi Mas, maunya ditutup ajalah. Soalnya kan dampaknya bisa berkali-kali lipat itu," ujarnya.

’’Bayangin, keluarga kita sakit, mesti berobat. Kalau sakit ya berobat lagi, ya enggak sebanding Mas," lanjutnya. 

Warga lain yang ditemui juga mengamini apa yang disampaikan sumber pertama tersebut.  ’’Kami udah capek Mas protes sana-sini, tetapi ya tetep aja itu (stockpile) masih ada. Warga masih kesusahan," jelasnya. 

Dikatakannya, warga sekitar sudah melakukan protes sejak keberadaan stockpile di daerah sekitar hanya satu.  Protes itu tidak mendapat hasil yang baik, justru keberadaan stockpile bertambah lagi satu. ’’Dari yang pertama itu juga kita sudah protes, eh tiba-tiba malah tambah lagi satu dekat sini, ya gimana," katanya. 

Stockpile yang sudah ada sebelumnya, lanjutnya, milik PT Global Mahardika Logistik.  Lalu stockpile berikutnya milik PT Sentral Mitra Energi yang baru berjalan sekitar 8 bulan ke belakang. 

"Yang satu kan udah lama, nah yang baru ini belum ada setahun, sekitar 8 bulan. Itu masalahnya yang lama aja kita protes gak digubris, kok malah nongol yang baru," ujarnya. 

Secara acak, Radar Lampung mencari sumber lain yang juga terpercaya di daerah sekitar Ketapang Kuala.  Warga yang juga enggan menyebutkan identitasnya itu masih sependapat dengan dua sumber lain yang Radar Lampung temui. 

Kategori :