JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut penyerapan pupuk bersubsidi meningkat signifikan setelah pemerintah menurunkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk subsidi sebesar 20% dan menyederhanakan mekanisme distribusinya.
Direktur Pupuk Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Jekvy Hendra mengatakan kebijakan penyesuaian HET yang mulai berlaku pada 22 Oktober 2025 merupakan langkah pembenahan agar distribusi pupuk bersubsidi lebih efisien dan tepat sasaran.
Dia menjelaskan, sejak kebijakan tersebut diterapkan, kenaikan penebusan langsung terlihat. Sebelumnya, rata-rata penebusan pupuk bersubsidi sekitar 42.000 petani per hari. Setelah aturan baru berjalan, jumlah itu melonjak hampir dua kali lipat menjadi 72.000 hingga 78.000 petani per hari.
’’Lonjakan ini menunjukkan antusiasme petani yang sebelumnya tertahan oleh harga pupuk yang lebih tinggi,” ujarnya seperti dilansir dari Antara, Jumat (7/11).
Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, pada saat pengumuman penurunan HET, serapan pupuk subsidi terdiri atas 180.000 ton Urea dan 266.800 ton NPK Phonska.
Penurunan HET pupuk subsidi tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Pertanian No. 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian No. 800/KPTS./SR.310/M/09/2025 mengenai jenis, HET, dan alokasi pupuk bersubsidi tahun anggaran 2025.
Harga pupuk Urea turun dari Rp2.250 menjadi Rp1.800 per kg (selisih Rp450 per kg) atau dari Rp112.500 menjadi Rp90.000 per sak (turun Rp22.500 per sak). Untuk NPK, harga berubah dari Rp2.300 menjadi Rp1.840 per kg (turun Rp460 per kg) atau dari Rp115.000 menjadi Rp92.000 per sak (turun Rp23.000 per sak).
Harga NPK kakao ditetapkan dari Rp 3.300 menjadi Rp2.640 per kg atau dari Rp165.000 menjadi Rp 132.000 per sak. Sementara pupuk ZA (khusus tebu) turun dari Rp1.700 menjadi Rp1.360 per kg atau dari Rp85.000 menjadi Rp68.000 per sak. Adapun pupuk organik turun dari Rp800 menjadi Rp640 per kg atau dari Rp32.000 menjadi Rp25.600 per sak.