BANDARLAMPUNG – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terus memperkuat nilai tambah (value-added) produk pangan, khususnya beras, dengan mencegah pengiriman gabah keluar daerah.
Sejak Mei hingga Agustus 2025, Satpol PP Provinsi Lampung bersama instansi terkait telah memutar balik sedikitnya 15 kendaraan pengangkut gabah di Pelabuhan Bakauheni. Total muatan yang berhasil diamankan mencapai 128 ton gabah yang rencananya dikirim ke Banten, Jawa Barat, dan Indramayu.
Langkah ini diambil agar gabah Lampung tetap diolah di dalam daerah, sehingga memberikan nilai tambah ekonomi, menjamin ketersediaan beras, serta menjaga stabilitas harga bagi masyarakat.
Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung, Mulyadi Irsan, menegaskan pemerintah mendorong hilirisasi dilakukan di daerah agar manfaat lebih besar dapat dirasakan oleh petani.
“Hilirisasi di daerah akan menciptakan nilai tambah bagi petani. Added value ini mendukung kesejahteraan mereka. Karena itu, proses hulu hingga hilir harus dijaga di Lampung,” jelas Mulyadi usai Rapat Pembahasan Pengawasan Gabah, Senin (15/9/2025).
Lampung sebagai lumbung pangan nasional menargetkan capaian gabah kering panen sebesar 3,5 juta ton pada 2025. Untuk itu, sinergi antara Satpol PP, dinas terkait, hingga Bulog diperkuat guna memastikan gabah tidak keluar sebelum diproses.
“Itu penting, karena beras menyangkut kepentingan masyarakat luas. Tujuan pemerintah adalah menjamin kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Mulyadi juga mengungkapkan bahwa realisasi serapan gabah telah mencapai 111 persen dari target, yakni sebanyak 171 ribu ton. Gabah yang belum terserap akan tetap ditampung melalui kemitraan Bulog dengan harga acuan Rp6.500 per kilogram.
Sementara itu, dukungan penuh datang dari Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Lampung.
Haris Dianto, pengurus Perpadi, menegaskan pihaknya mendukung langkah pemerintah memutar balik kendaraan pengangkut gabah keluar Lampung.
“Sangat mendukung. Kalau diputar balik itu kan penegakan perda. Perpadi hanya bisa mendukung,” ujarnya.
Menurut Haris, jika gabah terus mengalir keluar daerah dengan harga tinggi, hal ini berpotensi mendorong lonjakan harga beras di dalam negeri. Ia menekankan, keberadaan penggilingan padi di Lampung sangat strategis, tidak hanya menjaga pasokan beras tetapi juga menyerap tenaga kerja lokal dan menghasilkan produk turunan yang bermanfaat.
“Gabah kalau tidak digiling, tidak akan jadi beras. Hasil gilingnya bisa dimanfaatkan di Lampung, diproses di Lampung, dan berasnya boleh dipasarkan ke mana saja, bahkan keluar negeri sekalipun,” jelasnya.
Ia menambahkan, kebijakan pemerintah yang melibatkan Perpadi sebagai mitra strategis patut diapresiasi.
“Alhamdulillah, saya terima kasih. Penggilingan padi ini memang ikon penting yang harus bersinergi bersama pemerintah, karena sangat strategis,” pungkas Haris.