Waspadai Dampak Tarif AS pada Neraca Perdagangan

Senin 19 May 2025 - 21:03 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Syaiful Mahrum

JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu menuturkan perlu ada kewaspadaan dampak perang dagang terhadap neraca perdagangan Indonesia. Dia mengakui dalam empat tahun terakhir, neraca perdagangan Indonesia memang konsisten mencatatkan surplus.

’’Tapi kemudian kita lihat bahwa tujuan ekspor kita nomor satu itu adalah Tiongkok, lalu nomor dua AS,'' ujar Febrio pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI di DPR, Senin (19/5).

 

Febrio merinci, data Kemenkeu mencatat ekspor Indonesia ke AS sepanjang 2024 mencapai USD26,3 miliar. Jumlah itu setara 2,1 persen dari PDB RI. ''Walaupun tidak terlalu besar, artinya risiko bagi kita relatif kecil, tetapi kita lihat ada sektor-sektor yang harus kita perhatian,'' imbuhnya.

 

Febrio menyebut, ada sejumlah komoditas ekspor yang paling terpengaruh oleh kebijakan tarif AS. Antara lain mesin/peralatan listrik, pakaian dan aksesori rajutan, alas kaki, dan pakaian dan aksesori non-rajutan.

 

 

Hingga kini, negosiasi dengan AS masih berlanjut. Harapannya, didapatkan win-win solutions agar kepentingan ekonomi dua negara juga tetap terjaga baik.

 

Dalam proses negosiasi tarif dengan AS, Febrio menyebut bahwa delegasi Indonesia menawarkan sejumlah paket tentunya yang terkait dengan kepentingan Indonesia. Poin-poin penting itu di antaranya yakni tariff measure terkait pelonggaran bea masuk atas barang dari AS.

 

Lalu, melanjutkan upaya deregulasi untuk mengatasi hambatan Non-Tariff Measures (NTMs). Hal itu termasuk penyesuaian persyaratan kandungan lokal, review sistem perizinan impor untuk produk tertentu, misalnya produk pertanian, serta koordinasi hambatan NTMs lebih luas dengan seluruh Kementerian/Lembaga terkait.

 

Serta, realokasi pembelian (impor) dari negara lain ke AS, dan kerja sama investasi hilirisasi Indonesia - AS. ''Kita melihat bahwa selain kita bernegosiasi dengan AS, kita juga harus membangun komunikasi dengan ASEAN, Uni Eropa, dan bahkan BRICS. Kita lihat urgensi mempercepat negosiasi dengan kawasan-kawasan lain,'' jelas Febrio.

Tags :
Kategori :

Terkait